Lembaga pendidikan kesehatan terseret
oleh logika kapitalisme, sehingga banyak
ditemui institusi demikian hanya mementingkan ukuran kuantitas pada
jumlah mahasiswa, dibanding kualitas alumni atau luaran.
Selain keterpengaruhan arus
kapitalisme yang sulit dibendung, model penyelenggaraan pendidikan kesehatanpun
nampaknya masih menganut aliran konservatif bersifat konvensional, sehingga produk yang dihasilkan hanyalah
menjadi manusia-manusia instrumentalis.
Demikian ditegaskan Ketua Prodi S3 Sosiologi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Makassar (UNM, Prof.Dr.Andi Agustang, M.Si, saat membawakan
orasi ilmiah berjudul ‘’ Paradigma Pendidikan Kesehatan’’ pada Wisuda Sarjana
dan Profesi Ners 2013 STIKES Nani Hasanuddin, Sabtu 20 April 2013 di Hotel
Clarion Makassar.
Dunia pendidikan lebih didominasi kepentingan ekonomi dan politik. Pendidikan
di era saat ini, tidak lebih sekedar mencetak manusia materialistic
berorientasi pada produksi dab konsumsi belaka. Hal demikian diperparah
kebijakan memarjinalkan peran agama dan etika, maka lahirlah generasi rapuh
yang jauh dari norma kemanusian, tandas Guru Besar Sosiologi Antropologi UNM
ini.
Kecenderungan institusi pendidikan kesehatan memasuki cengkeraman
hegemoni konsep pendidikan ala barat, kemudian mencibirkan konsep dan ajaran
lokal. Realitas demikian jadi penciri, institusi kesehatan di Indonesia telah
kehilangan orientasi, karena gagal
memelihara nilai yang mengakar pada masyarakat, tandas Ketua Dewan Editor
Jurnal Dialektika Kontemporer S3 PPs-UNM ini.
Bahkan menjadi sebuah ironi, tandas anggota Dewan Pakar Pengurus Wilayah
Kerukunan Keluarga Masyarakat Bone (KKMB) Wilayah Sulsel ini, manakala
institusi pendidikan kesehatan ramai-ramai menggunakan standar internasional
dalam penyelenggaraan akademiknya dan mengganggap nilai lokal hanyalah
merupakan simbol ketinggalan zaman.
Materialisasi pendidikan kesehatan mulai menggejala dan menggeser
ideologi pendidikan mengarah pada ideologi materialism kapitalis. Kurikulum
disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan pekerjaan dibungkus baju
modernitas. Konsikuensinya untuk menikmatinya diperlukan biaya lebih besar,
ungkap alumni S3 Sosiologi Antropologi PPs Universitas Padjajaran Bandung ini.
Lembaga pendidikan kesehatan terseret
oleh logika kapitalisme, sehingga banyak
ditemui institusi demikian hanya mementingkan ukuran kuantitas pada
jumlah mahasiswa, dibanding kualitas alumni atau luaran.
Selain keterpengaruhan arus
kapitalisme yang sulit dibendung, model penyelenggaraan pendidikan kesehatanpun
nampaknya masih menganut aliran konservatif bersifat konvensional, sehingga produk yang dihasilkan hanyalah
menjadi manusia-manusia instrumentalis.
Demikian ditegaskan Ketua Prodi S3 Sosiologi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Makassar (UNM, Prof.Dr.Andi Agustang, M.Si, saat membawakan
orasi ilmiah berjudul ‘’ Paradigma Pendidikan Kesehatan’’ pada Wisuda Sarjana
dan Profesi Ners 2013 STIKES Nani Hasanuddin, Sabtu 20 April 2013 di Hotel
Clarion Makassar.
Dunia pendidikan lebih didominasi kepentingan ekonomi dan politik. Pendidikan
di era saat ini, tidak lebih sekedar mencetak manusia materialistic
berorientasi pada produksi dab konsumsi belaka. Hal demikian diperparah
kebijakan memarjinalkan peran agama dan etika, maka lahirlah generasi rapuh
yang jauh dari norma kemanusian, tandas Guru Besar Sosiologi Antropologi UNM
ini.
Kecenderungan institusi pendidikan kesehatan memasuki cengkeraman
hegemoni konsep pendidikan ala barat, kemudian mencibirkan konsep dan ajaran
lokal. Realitas demikian jadi penciri, institusi kesehatan di Indonesia telah
kehilangan orientasi, karena gagal
memelihara nilai yang mengakar pada masyarakat, tandas Ketua Dewan Editor
Jurnal Dialektika Kontemporer S3 PPs-UNM ini.
Bahkan menjadi sebuah ironi, tandas anggota Dewan Pakar Pengurus Wilayah
Kerukunan Keluarga Masyarakat Bone (KKMB) Wilayah Sulsel ini, manakala
institusi pendidikan kesehatan ramai-ramai menggunakan standar internasional
dalam penyelenggaraan akademiknya dan mengganggap nilai lokal hanyalah
merupakan simbol ketinggalan zaman.
Materialisasi pendidikan kesehatan mulai menggejala dan menggeser
ideologi pendidikan mengarah pada ideologi materialism kapitalis. Kurikulum
disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan pekerjaan dibungkus baju
modernitas. Konsikuensinya untuk menikmatinya diperlukan biaya lebih besar,
ungkap alumni S3 Sosiologi Antropologi PPs Universitas Padjajaran Bandung ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar