Pada prinsipnya setiap program studi dan atau Perguruan Tinggi (PT), boleh beroperasi jika ada izin operasinya dari
Kemdikbud. Seperti halnya, mendirikan perusahaan juga ada harus ijin dari yang
berwenang, atau ketika kita mengemudikan kendaraan bermotor juga harus
mendapatkan surat ijin mengemudi.
Pada ijin program studi, selalu dinyatakan
kota tempat diperbolehkannya program studi dan atau PT itu beroperasi. Dengan
demikian jika program itu diijinkan di kota A dan beropersi di kota X, maka hal ini dianggap melanggar peraturan.
Praktek seperti itu masyarakat menyebutnya kelas jauh.
Dalam
impelementasinya kelas jauh saat ini ada, umumnya terjadi pemadatan jam
pelajaran sebagai contoh dosen diterbangkan ke kota X padahal ijin prodinya di
kota A. Dosen tersebut berada selama satu minggu di kota X untuk menyelesaikan
mata kuliahnya yang setara 14 minggu kelas regular. Mana mungkin seseorang yang
sekalipun pandai, dapat mencerna dan memahami dengan baik pembelajaran dengan
cara didapatkan, belum lagi dari sisi aturan proses pembelajaran juga menyalahi
kaidah/pengertian satuan kredit semester.
Misalnya, apabila satu mata
kuliah diampuh dalam 3 SKS maka dalam satu semester seharusnya memerlukan minimum
126 jam pembelajaraan (1 SKS sama dengan 50 menit tatap muka, 60 menit belajar
mandiri, 60 menit mengerjakan tugas terstrukur). Jika 126 jam tersebut
didapatkan dalam satu minggu, dapat diyakini dan dipastikan peserta didik tidak
sanggup untuk mencerna apalagi memahami dengan baik, terlebih lagi biasanya
kelas jauh tersebut diikuti oleh peserta didik yang tidak dibebaskan dari pekerjaannya.
Padahal untuk bekerja sebagai pegawai minimum harus mencurahkan waktunya
selama 40 jam dalam seminggu. Dengan demikian, pembelajaran yang didapatkan dan
diberikan kepada peserta didik yang dibebastugaskan dari pekerjaan akan
menghasilkan kualitas hasil pembelajaran yang tidak baik.
Saat ini badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) sangat peduli tehadap calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menempuh
pembelajaran dengan kelas jauh. Bagaimana pun juga pemerintahan yang baik
seyogyanya akan dijalankan oleh pegawainya yang berlualitas. Untuk itu BKN dan
BKD menolak pengakuan ijazah yang diperoleh dengan cara kelas jauh karena tidak
memiliki civil effect. Oleh
karenanya, sejak tahun 1987 praktek kelas jauh dilarang oleh Ditjen Pendidikan
Tertinggi.
Kepada para pimpinan perguruan tertinggi yang masih melakukan praktek
seperti ini dimohon untuk segera menghentikannya, karena akan merugikan
masyarakat. Salah satu sanksi yang dikenakan oleh Ditjen Dikti apabila program
studi terbukti menyelenggarakan program kelas jauh, maka akan dicabut ijin
oprasionalnya, atau akreditasinya akan dibatalkan oleh Badan Akreditasi
Nasional PT (BAN-PT). kepada masyarakat juga dihimbau untuk menghindari masuk
menjadi peserta didik denga cara kelas
jarak jauh.
Ditjen Dikti menyadari kebutuhan
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan baik di pemerintahan
pusat ataupun di daerah dan dibebagai perguruan tinggi sangat tinggi. Oleh
karena itu, Ditjen Dikti menyusun peraturan menteri NO. 20 Thn 2011 tentang penyelenggaraan
program studi di luar domisili.
Dalam peraturan ini perguruan tinggi di luar domisili dalam peraturan
itu perguruan tinggi dapat membuka program studi di luar kota di mana program
studinya diijinkan beroperasi asalkan memenuhi peraturan yang diuraikan dalam
permen tersebut.
Beberapa persyaratan program studi yang dibuka di luar domisili yaitu
jika akreditasinya baik ada surat dukungan dari pemerintah daerah serta proses
pembelajaraannya, kualitas dosen, sarana dan prasarana sama persis dengan
kodisi yang ada di perguruan tinggi, di mana prodi tersebut diijinkan beroperasi. Selain itu
sebanyak- banyaknya menggunakan tenaga dosen lokal yang memiliki kapasitas sama
denga dosen prodi asalnya. Hal yang mungkin dapat dijadikan kemudahan bahwa
dalam permen tersebut mengijinkan penyelanggaraan prodi di lokasi yang berbatasan langsung dengan kota
di mana prodi itu diijinkan awalnya.
Selamat menyelamatkan anak bangsa, demi kejayaan Idonesia tercinta.
(dikutip dari Majalah Dikti, Volume 2/11/Tahun 2012). ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar