Fenomena
kawin lari atau Silariang pada suku Bugis-Makassar merupakan suatu tindakan sangat
tidak terpuji. Ihwal tersebut akan jadi siri’ akan dibawa keluarga
laki-laki maupun perempuan. Dampaknya, jika fatal, bisa saja akan berujung pada
tindakan kriminal.
Demikian diungkapkan Wakil Dekan
II Fisipol Universitas 45 Makassar, Nurmi Nonci saat ujian promosi doktor di
PPs-UNM, (24/2),dengan disertasi berjudul, Silariang:
Studi kontruksi Sosial Pada Etnis Makassar di Kecamatan Pattalassang Gowa.
Nurmi mengatakan, oleh
sebagian masyarakat perkawinan dianggap terlalu penting, sehingga orangtua
sering menganggap bahwa merekalah yang paling mengetahui jodoh yang tepat untuk
anaknya.
Hanya saja, menurut dia, biasanya,
pasangan yang tidak berasal atau sesuai dengan kasta dan golongan pasangannya
kerap kali tidak mendapatkan restu dari orangtua yang bersangkutan. Jika
sudah terjadi hal demikian, maka pasangan terserbut akan melakukan perkawinan
alternatif. “Perkawinan alternatif antara lain seperti kawin lari atau
silariang, menculik pengantin wanita atau kawin paksa,” ujarnya.
“Kondisi kekinian, kebencian dan
dendam tidak lagi dikedepankan. Apalagi sampai melakukan tindakan pembunuhan.
Karena sudah pasti pelaku pembunuhan dikenai hukum pidana. Tidak lagi menggunakan
hukum adat. Saat ini, lebih mengarah dengan cara penyelesaian adat atau
mabbaji,” ungkapnya.
Turut
hadir selaku dewan penguji diantaranya, Prof. Heri Tahir, Prof. Rabihatun,
Prof. Mahmud Tang, promotor, Prof. Darmawan Salman, Kopromotor, Prof. Andi
Agustang.
Bertindak Ketua sidang
promosi, Asisten direktur II PPs UNM, Prof. Dr. Andi Ikhsan,M.Kes. Ikhsan
mengungkapkan Nurmi Nonci meriah IPK
3,70 dengan predikat sangat memuaskan. Nurmi
jadi alumni doktor ke 205 PPs UNM dan
doktor ke 61 prodi sosiologi.
(yahya- )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar