Senin, 19 Juli 2010

Distribusi Elite Politik Lewat Pemekaran Daerah


Judul Buku : Jejak Pemekaran Kabupaten Kolaka Utara
Penulis : Moh. Yahya Mustafa, Masmur Lakahena, dkk
Penerbit : Fahmis Pustaka
Tahun : November 2008
Tebal : xxi + 150 hal


Pemekaran daerah laksana jamur yang tumbuh di musim hujan. Kondisi demikian merupakan tuntutan pemekaran wilayah pascareformasi, apalagi setelah UU tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah mengalami revisi, semakin mengemuka dan berproses pemekaran daerah laksana jamur tumbuh di musim penghujan.

Pemekaran wilayah bertujuan mendekatkan pelayanan administrasi pemerintahan kepada rakyat, serta memotong rentang kendali birokrasi pelayanan. Pemekaran sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi daerah baru.

Ketika wilayah sudah mekar, para elite kembali bertarung guna menduduki posisi strategis, mulai dari bupati dan posisi pada birokrasi serta jabatan politik di lembaga le-gislatif.

Pembukaan wilayah baru membuka peluang dan kesempatan bagi elite politik dan birokrasi mengambil peran dan posisi yang menentukan. Para elite tersebut harus antri lama dan panjang sekiranya, mereka harus meniti karier di wilayah induk.

Sama dengan Kabupaten Kolaka Utara, ketika UU pemekaran sudah dikeluarkan pemerintah pusat, para elite yang bersatu berjuang mewujudkan sebuah kabupaten baru, kembali bersaing dan bertarung menjadi pelaksana tugas bupati yang mempersiapkan bupati definitif.

Penentuan pelaksana tugas bupati terjadi tarikan kuat antara tokoh pelaku pemekaran, H.Djafar Harun dengan beberapa birokrat karier. Akhir pertarungan itu sosok birokrat yang ditunjuk Ansar Sangka menjadi penjabat bupati Kolaka Utara. ‘’ Penantian itu terjawab dengan direkomendirnya Ansar Sangka seorang dokter medis ‘’ hal 82.

Buku ini menuliskan secara periodik, proses dan tahapan pemekaran Kabupaten Kolaka Utara yang sebelumnya merupakan pecahan dari kabupaten induk Kolaka. Pemekaran di wilayah ujung utara Provinsi Sultra ini, awalnya didorong oleh mantan Gubernur Sultra, La Ode Kaimoeddin ketika hadir meresmikan pemekaran kecamatan Batu Putih 1989.

Sejak isyarat politik dilontarkan La Ode Kaimoeddin, di tengah masyarakat pada wilayah tersebut, terbagi dua, ada yang bekerja serius dan maksimal tetapi pada sisi lain ada juga yang biasa-biasa saja tanpa peduli. Realitas infrastruktur yang sangat parah dan rusak membuat banyak orang tidak terlalu yakin kalau wilayah baru kelak, betul-betul akan menjadi sebuah kenyataan.

Masyarakat juga membentuk forum pe-mekaran yang menjadi wadah dan payung bagi semua aspirasi politik. Di kalangan masyarakat, ada yang inginkan proses pemekaran dipercepat walau terkadang tidak melewati proses, sehingga menempuh bermacam cara menekan kabupaten induk agar memberi secepatnya rekomendasi persetujuan pemekaran.

‘’ ... kelompok muda spontanitas akan melakukan mobilisasi massa besar-besaran ke kantor bupati, guna meminta agar rekomendasi segera diturunkan ‘’ hal 46. Tekanan dari berbagai pihak kemudian pada akhirnya surat rekomendasi dari kabupaten induk dikeluarkan oleh bupati Adel Berty.

Pasca pemekaran, wilayah yang sebelumnya terkesan diterlantarkan berbalik menjadi daerah impian. Putra daerah yang meniti karier di luar Kolaka Utara, satu persatu kembali ke tanah leluhur, mengadu keberuntungan dari posisi yang lowong dan segera harus diterisi guna menjalankan roda administrasi pemerintahan, agar pelayanan kepada masyarakat dapat tersaji secara lebih memuaskan.

(Drs Zulkarnain Umar Msi, Pemred Jurnal Ilmiah “Baca” Universitas Pepabri, Makassar)

Tabloid CERDAS, Makassar
No. 31, Vol IV, April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar