Selasa, 10 Agustus 2010

Dr.Ir. Suryawati Salam, M.Si : Memotret Pengusaha Baba-Ali Pada Perdagangan Kakao di Makassar


Judul : Pengusaha Cina dan Bugis Makassar (Perilaku Dalam Perdagangan Kakao) Penulis : Suryawati Salam Penerbit : Fahmis Pustaka Tahun : April 2010 Tebal : 195 + xviii ISBN : 979-15726-3-1

Kehendak zaman menempatkan orang-orang Cina selaku pengusaha yang sukses. Kebijakan rezim melarang orang-orang cina masuk pada sektor politik dan pemerintahan, menjadikan orang Cina konsentrasi pada bidang bisnis dan usaha pada semua sektor. Para pengusaha Cina yang sukses tersebut seringkali diistilahkan dangan baba, selaku panggilan khas orang Cina yang melakoni bisnis terutama dalam usaha kebutuhan sehari-hari.

Cerita sukses orang Cina dalam berdagang sudah bukan rahasia lagi. Para baba ini dalam menjalankan usaha hampir semua taktik dan strategi digunakan dengan tujuan utama, bagaimana agar bisnis dan usaha semakin maju dan berkembang.

Sebaliknya bagi orang-orang Bugis Makassar, mentalitas dagang tetap ada. Mereka yang sukses menjadi saudagar juga termasuk cukup banyak dan menguasai beberapa sektor perdagangan. Catatan sejarah juga menunjukkan kalau Makassar di masa lalu pernah menjadi bandar perdagangan internasional.

Zaman kemudian mengalami perubahan, kebijakan pemerintah yang mengekang ruang gerak pedagang Cina mengembangkan usaha pelan-pelan mengalami perubahan. Pengusaha pribumni yang sering diistilahkan Ali, harus berkompetisi secara sehat dalam melakoni usaha masing-masing. Buku ini merupakan disertasi DPK Fakultas Ilmu Pertanian Universitas 45 Makassar, Dr.Suryawati Salam, M.Si saat merampungkan studi S3 di PPs Unhas.

Keberhasilan masyarakat Cina dalam berdagang menurut Suryawati sudah terkenal seantero dunia. Pengusaha Cina selalu lebih siap untuk menekuni suatu bidang, memiliki sifat spekulatif tapi penuh pertimbangan. Selain itu dalam mempertahankan kelangsungan usahanya, dapat dipastikan bahwa pengusaha Cina sangat mengutamakan xin yong (trust) untuk membangun guangxi (jaringan).

Sementara pengusaha Bugis Makassar cenderung meremehkan, suatu masalah, kurang pertimbangan dalam spekulasi sehingga kerap salah langkah dalam mengambil keputusan.
Mengapa masyarakat Bugis Makassar tidak bisa menyamai keberhasilan mereka, padahal keahlian berdagang suku Bugis Makassar sudah tercatat dalam sejarah. Salah satu unsur yang paling penting dan perlu dibangun/ditingkatkan oleh pengusaha Bugis Makassar adalah trust (saling percaya), sehingga diharapkan trust inilah yang dapat membangun jaringan (net working) antar pengusaha, baik pengusaha Bugis Makassar sendiri maupun di luar pengusaha Bugis Makassar seperti pengusaha Cina dan lainnya.

Dalam buku ini juga menguraikan bahwa baik pengusaha Cina maupun pengusaha Bugis Makassar kedua-duanya berorientasi pada keuntungan namun tidak berorientasi pada nilai tambah, karena melihat tujuan pasar hanya ke negara Amerika yang tidak terlalu mempersoalkan masalah mutu karena kakao dijadikan sebagai bahan addedtive. Perilaku bisnis lainnya adalah keduanya dalam menjalin hubungan cenderung mengarah ke perkongsian.

Guru Besar Ilmu Pertanian PPs Unhas, Prof.Dr.H.M.Arifin Sallatang pada prolog buku ini menyatakan, penyebab utama keterbelakangan pengusaha Bugis – Makassar, ialah ‘pengabaian trust dan komitmen’ (neclection of trust and commitment). Pengabaian ini mengakibatkan kesukaran pengusaha Bugis – Makassar membangun jaringan yang justeru amat dibutuhkan dalam dunia usaha. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa ‘hidup adalah hubungan dan apabila hubungan hilang, itu berarti hilanglah segalanya’. Pengusaha Bugis–Makassar yang memiliki pengalaman dagang; dapat ditemukan bukan saja di Teluk Bone dan Selat Makassar, tetapi juga di Selat Malaka,. Selanjutnya, dari berbagai perang kolonial terhadap penjajahan di wilayah nusantara pada masa lampau, satu-satunya ‘perang dagang’ hanyalah Perang Makassar, kata mantan Dekan Fakultas Pertanian UNHAS ini. Konon, atas pertimbangan kental atau lebih kentalnya budaya dagang atau budaya ekonomi di tanah Bugis Makassar sehingga pengajaran ekonomi pertama dan atas yang pertama, didirikan di kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Demikian seterusnya, Fakultas Ekonomi yang pertama didirikan di luar pulau Jawa adalah di kota Makassar sebagai cabang dari Universitas Indonesia Jakarta. Pernyataan pengusaha Bugis-Makassar bahwa trust dan komitmen tidak penting, secara terselubung mungkin trust yang pernah mereka miliki, hilang pada waktu perang kemerdekaan, ungkap peneliti hubungan Ponggawa –Sawi dalam masyarakat nelayan di Sulsel ini.

Rektor Universitas 45 Makassar, Prof.Dr.H.Abu Hamid dalam kata epilog pada buku ini mengemukakan, berawal dari tradisi merantau itulah menjadikan manusia Bugis Makassar, kalau sudah berada di tanah perantauan akan menjadi wirausaha yang mengalami kesuksesan. Realitas sosial menunjukkan, pemukiman pada wilayah-wilayah pesisir di beberapa pelosok Nusantara, boleh dikata pasar-pasar tradisional itu hampir semuanya didominasi oleh kalangan orang-orang Bugis Makassar yang sukses dalam dunia perdagangan.

Para pengusaha Bugis Makassar yang sukses dipertauan itu menjadikan mereka sebagai sosok yang dituakan dan dihormati. Semangat dan tradisi wirausaha di kalangan orang Bugis Makassar sudah tumbuh sejak dari awal, sehingga kemana-mana mereka pergi merantau maka aktifitas yang banyak dilakukan adalah membuka usaha tempat dimana mereka pertama kali menetap, kata antropolog UNHAS ini. Ketekunan, kesabaran dan kejujuran dalam menjalankan usaha sehingga orang Bugis Makassar sangat banyak yang meraih predikat pengusaha sukses.

Sepanjang manusia Bugis Makassar tetap mengacu pada kearifan lokal yang diyakini dalam berusaha termasuk, malemppu dan magetteng (jujur dan tegas), maka usaha apa pun yang dirintis akan meraih sukses yang cukup diperhitungkan di tempatnya berusaha kemudian menjadi kebanggaan di tanah leluhur. Buku yang ditulis oleh Suryawati Salam, merupakan salah satu hasil kajian dari perbandingan perilaku pengusaha kakao orang Bugis Makassar dengan orang Cina. Dua suku tersebut masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan dalam merintis, melakoni dan mempertahankan unit usaha yang dikelola, tegas penulis buku Pasompe Pengembaraan Orang Bugis. (moh yahya mustafa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar