Selasa, 05 Maret 2013

Dr. Ahdan Sinilele, M.Si : Imbas Marjinalisasi Nelayan


       Tindakan nelayan menggunakan bom  dalam menangkap ikan  tidak hanya sekedar dilandasi oleh motif memenuhi kebutuhan dasar dan motif bisnis/komersial, tetapi juga merupakan imbas dari marjinalisasi yang terjadi pada nelayan dalam waktu cukup lama.
        Demikian salah satu simpulan disertasi DPK FISIP Universitas Sawerigading, (UNSA) Dr.Ahdan Sinilele, M.Si  dipertahankan pada 1 Oktober 2012  pada ujian Promosi Podi Ilmu Sosial PPs Universitas Airlangga Surabaya.
      Wakil Rektor III  UNSA ini berhasil mempertahankan disertasinya berjudul  Bom Ikan : Tindakan Nelayan Pulau Lumulumu Makassar Dalam Menangkap Ikan Menurut Perspektif Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thimas Luckmann. 
       Penulisan disertasinya  dibimbing Promotor, Prof. Dr. L. Dyson P., Drs., MA dan Kopromotor, Prof. Dr. H.M. Hatta Fattah, Ir., MS serta Prof. Dr. I.B. Wirawan, SU. Tampil selaku penguji eksternal yakni, Prof.Dr.H.Kaharuddin, M.Hum; Prof.Dr.Sratika Soesilawati, MA; Prof. Dr.Mustain, M.Si; Prof.Dr.Joko Musinta; Prof.DR.Hotman Siahaan, MA.

       Nelayan Pulau Lumulumu menggunakan dua jenis alat atau teknik menangkap ikan, yakni bom ikan dan pancing. Bom ikan merupakan alat atau teknik yang dominan digunakan oleh nelayan di pulau itu.      Tindakan nelayan menggunakan bom ikan tidak hanya sekedar dilandasi oleh motif memenuhi kebutuhan dasar dan motif bisnis/komersial, tetapi juga merupakan imbas dari marjinalisasi yang terjadi pada nelayan dalam waktu cukup lama, ungkap magister sosiologi PPs UNHAS ini
Kelangkaan alat tangkap atau budidaya ikan, kelangkaan lembaga pendidikan lanjutan serta kolaborasi oknum aparat negara dengan pihak pengusaha dan nelayan bom ikan.  Studi ini juga menemukan  beragam makna yang dikonstruksi nelayan berkaitan dengan bom ikan, seperti makna menyambung hidup, makna tanggung jawab keluarga, makna paselang-selang, makna ammoli-moli, dan makna tassimbung., tegas pria kelahiran Malangke ini.
Perspektif Bergerian, tindakan nelayan menggunakan bom ikan (fishing bomb) merupakan hasil konstruksi sosial melalui hubungan dialektis momen -eksternalisasi, obyektivasi, internalisasi- yang berlangsung cukup lama dan secara terus menerus di kalangan nelayan Pulau Lumulumu.
Bom ikan mulai dikenal nelayan sekitar tahun 1943 dengan sebutan “uba”, kemudian  berproses pada pengetahuan nelayan tentang fungsi “pupuk urea” sebagai bahan peledak. Proses selanjutnya adalah terjadi spesialisasi (pelembagaan) bom ikan oleh nelayan di pulau itu,  dan pada akhirnya alat atau teknik menangkap ikan yang ramah lingkungan, seperti pancing, jaring, rawe hiu, bubu, menyelam mencari teripang, keramba sunu dan pancing ikan tuna digantikan dengan bom ikan.
Nelayan bom didominasi nelayan mandiri (nelayan skala kecil) dengan jumlah perahu motor jolloro’ antara 40-50 buah, sementara nelayan paEs (nelayan besar) sebanyak 7 orang ( 7 kapal motor), yang sebelumnya berjumlah 13 orang atau mengalami penurunan sebanyak 5 orang dalam 5 tahun terakhir. Adapun nelayan pancing sebanyak 3 orang punggawa pemancing ikan sunu/kerapu dengan jumlah sawi sebanyak 41orang, sekitar 10 orang tidak terikat oleh punggawa dan sekitar 25 orang nelayan pancing lepa-lepa.  
Perspektif Bergerian, tindakan nelayan menggunakan bom ikan (fishing bomb) merupakan hasil konstruksi sosial melalui hubungan dialektis momen -eksternalisasi, obyektivasi, internalisasi- yang berlangsung cukup lama dan secara terus menerus di kalangan nelayan Pulau Lumulumu.
      
Ahdan Sinilele lahir di Malangke Luwu Utara, 1966. Menyelesaikan S1 IAIN Alauddin Makassar 1992. S2 Sosiologi PPs Unhas 1992. DTY UNSA sejak 1992. Diterima jadi DPK di UNSA 2005. Mantan Dekan FISIP UNSA. Wakil Ketua Dewan Editor Jurnal Ilmiah Hipotesis diterbitkan UNSA serta Pemimpin Redaksi Tabloid WARTA Sawerigading Makassar. (yahya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar