Tindakan
nelayan menggunakan bom dalam menangkap
ikan tidak hanya sekedar dilandasi oleh
motif memenuhi kebutuhan dasar dan motif bisnis/komersial, tetapi juga
merupakan imbas dari marjinalisasi yang terjadi pada nelayan dalam waktu cukup
lama.
Demikian salah satu simpulan disertasi DPK FISIP Universitas
Sawerigading, (UNSA) Dr.Ahdan Sinilele, M.Si
dipertahankan pada 1 Oktober 2012
pada ujian Promosi Podi Ilmu Sosial PPs Universitas Airlangga Surabaya.
Wakil Rektor III UNSA ini
berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Bom Ikan : Tindakan Nelayan Pulau Lumulumu Makassar Dalam
Menangkap Ikan Menurut Perspektif Konstruksi Sosial Peter L. Berger dan Thimas
Luckmann.
Penulisan disertasinya dibimbing Promotor, Prof. Dr. L. Dyson P.,
Drs., MA dan Kopromotor, Prof. Dr. H.M. Hatta Fattah, Ir., MS serta Prof. Dr.
I.B. Wirawan, SU. Tampil selaku penguji eksternal yakni, Prof.Dr.H.Kaharuddin,
M.Hum; Prof.Dr.Sratika Soesilawati, MA; Prof. Dr.Mustain, M.Si; Prof.Dr.Joko
Musinta; Prof.DR.Hotman Siahaan, MA.
Nelayan Pulau Lumulumu menggunakan dua jenis alat atau teknik menangkap
ikan, yakni bom ikan dan pancing. Bom ikan merupakan alat atau teknik yang
dominan digunakan oleh nelayan di pulau itu. Tindakan
nelayan menggunakan bom ikan tidak hanya sekedar dilandasi oleh motif memenuhi
kebutuhan dasar dan motif bisnis/komersial, tetapi juga merupakan imbas dari
marjinalisasi yang terjadi pada nelayan dalam waktu cukup lama, ungkap magister
sosiologi PPs UNHAS ini
Kelangkaan
alat tangkap atau budidaya ikan, kelangkaan lembaga pendidikan lanjutan serta
kolaborasi oknum aparat negara dengan pihak pengusaha dan nelayan bom
ikan. Studi ini juga menemukan beragam makna yang dikonstruksi
nelayan berkaitan dengan bom ikan, seperti makna menyambung hidup, makna
tanggung jawab keluarga, makna paselang-selang,
makna ammoli-moli,
dan makna tassimbung.,
tegas pria kelahiran Malangke ini.
Perspektif
Bergerian, tindakan nelayan menggunakan bom ikan (fishing bomb) merupakan hasil konstruksi
sosial melalui hubungan dialektis momen -eksternalisasi, obyektivasi,
internalisasi- yang berlangsung cukup lama dan secara terus menerus di kalangan
nelayan Pulau Lumulumu.
Bom
ikan mulai dikenal nelayan sekitar tahun 1943 dengan sebutan “uba”, kemudian
berproses pada pengetahuan nelayan tentang fungsi “pupuk urea” sebagai bahan
peledak. Proses selanjutnya adalah terjadi spesialisasi (pelembagaan) bom ikan
oleh nelayan di pulau itu, dan pada akhirnya alat atau teknik menangkap
ikan yang ramah lingkungan, seperti pancing, jaring, rawe hiu,
bubu, menyelam mencari teripang, keramba sunu dan pancing ikan tuna digantikan
dengan bom ikan.
Nelayan bom didominasi nelayan mandiri (nelayan skala kecil) dengan jumlah
perahu motor jolloro’ antara 40-50 buah, sementara nelayan paEs
(nelayan besar) sebanyak 7 orang ( 7 kapal motor), yang sebelumnya berjumlah 13
orang atau mengalami penurunan sebanyak 5 orang dalam 5 tahun terakhir. Adapun
nelayan pancing sebanyak 3 orang punggawa pemancing ikan sunu/kerapu
dengan jumlah sawi sebanyak 41orang, sekitar 10 orang tidak terikat oleh punggawa
dan sekitar 25 orang nelayan pancing lepa-lepa. Perspektif Bergerian, tindakan nelayan menggunakan bom ikan (fishing bomb) merupakan hasil konstruksi sosial melalui hubungan dialektis momen -eksternalisasi, obyektivasi, internalisasi- yang berlangsung cukup lama dan secara terus menerus di kalangan nelayan Pulau Lumulumu.
Ahdan Sinilele lahir di Malangke Luwu
Utara, 1966. Menyelesaikan S1 IAIN Alauddin Makassar 1992. S2 Sosiologi PPs
Unhas 1992. DTY UNSA sejak 1992. Diterima jadi DPK di UNSA 2005. Mantan Dekan
FISIP UNSA. Wakil Ketua Dewan Editor Jurnal Ilmiah Hipotesis diterbitkan UNSA
serta Pemimpin Redaksi Tabloid WARTA Sawerigading Makassar. (yahya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar