Kamis, 27 Maret 2014

Sulfiani Masri, S.Pd, M.Pd: Tidak Menyangka Jadi Dosen


Sulfiani Masri, S.Pd, M.Pd,  kelahiran 14 Agustus 1983 Palopo, cita-citanya cukup sederhana, hanya ingin menjadi guru sekolah dasar (SD) di  tanah kelahirannya. Sekarang wanita yang mengenkan jilbab dan bersuku Tanatoraja ini tidak menyangka kalau dirinya bisa menjadi dosen di Kampus Universitas Sawerigading, di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar. 

“Saya betul-betul tidak menyangka bisa menjadi dosen, padahal hanya bercita-cita jadi guru SD dan itu sudah cukup.  Sebelum mengajar anak keempat dari enam bersaudara ini termasuk orang yang tidak  banyak bicara. Ternyata setelah jadi pengajar sudah lain ceritanya. Sudah terbiasa berbicara, alias sudah mulai cerewet,”ujarnya bercanda.

Sulfiani sekalipun hanya bercita-cita menjadi guru SD, tapi semangatnya untuk melanjutkan studinya ke program studi Doktoral (S3), tidak pernah surut. Ada keinginan melanjutkan pendidikan S3-nya di luar Sulsel. “Kalau saya mendapat izin, maka pada 2015 berencana lanjut kuliah, kalau bukan di Surabaya maka memilih Malang,”harapnya.

Wanita yang masih lajang ini, di Unsa tidak hanya bertugas sebagai dosen Bahasa Indonesia, tapi dia juga diberi kepercayaan  sebagai staf pengelola perpustakaan kampus. Di perpustkaan, jelas putri dari pasangan Masri dengan Djumsiah ini tugasnya mengatur buku-buku berdasarkan kode bidang ilmu dan memberikan label pada buku tersebut. Buku di perpustakaan banyak mengoleksi buku-buku bantuan dari Jepang, Korea dan Belanda, kemudian buku sumbangan dari dosen dan mahasiswa, terutama tesis hasil penelitian.

Mengajar di Unsa lanjut Sulfiani, karena rekomendasi teman. Mereka mengajak ke Unsa lantaran SDM yang ada  untuk jurusan bahasa Indonesia saat itu masih kurang, sehingga masih membutuhkan tenaga dosen yang memiliki kompetensi dibidang bahasa. Ada suasana menarik selama mengajar di Unsa, rasa kebersamaan sesama dosen  dan staf sangat tinggi. “Disini maksudnya di Unsa dosen-dosennya baik-baik semua, jadi enak suasananya di kampus,”akunya.

Selain itu mengajar di Unsa banyak mendapatkan pengalaman yang sangat berharga. Karena menghadapi beragam karakter social maupun umur. Mahasiswa yang sudah berumur rata-rata sudah punya pekerjaan, mereka inilah yang kadang-kadang banyak memberikan masukan, tidak hanya bermanfaat untuk sesamanya mahasiswa tapi juga dosen, sebagai pengembangan kepribadian. “Ini sangat menarik sehingga dalam mengajar tidak ada masalah, malah terlihat rasa keakraban yang tulus baik yang tua maupun mahasiswa yang muda,”paparnya. (ulla-yahya) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar