Rabu, 11 Maret 2015

Kembalinya Anak Ideologis Partai Pimpin PDIP Sulsel



        Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sulsel punya ketua baru. Sosok yang terpilih adalah Andi Ridwan Wittiri (ARW). Dia  akan memimpin partai lima tahun ke depan periode 2015-2010. Terpilihnya aggota DPR RI dari Fraksi PDIP Pemilu 2014 ini, menjadi isyarat, kembalinya anak ideologis partai mengendalikan PDIP dengan  simbol kepala banteng bermoncong putih.

        Sejarah PDIP, tidak terlepas dari perjalanan fusi partai dengan ideologi nasionalis yang sangat kental. Fusi partai di awal Orde Baru,  10 Januari 1973, menggabungkan partai  berlatar aliran ideologi Nasionalis dan Kristen pada PDI. Partai yang berfusi itu berasal dari unsur; Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, IkatanPendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Murba.

         Sosok ARW sudah tidak asing lagi bagi internal dan eksternal PDIP Sulsel. Dia  adalah putra tokoh penandatangan deklarasi fusi PDI di Soppeng, Andi Wittiri dari unsur  IPKI. Persetuhan dengan ideologi nasionalis dijalani dalam keluarga saat masa-masa kecil di Soppeng. Dinamika politik di era Orde Baru juga menjadi bagian dijalani bersama orang tuanya.  Andi Wittiri ini  menjadi Ketua DPC PDI Soppeng di awal Orde Baru. Tokoh  PDI Soppeng  cukup disegani di zamannya.

       Sosialisasi politik masa kecil di Soppeng dengan ideologi nasional yang sangat kental, menjadikan ARW adalah pewaris nasionalis sejati, sekaligu  sosok anak ideologi  nasionalis yang menjadi asas dari PDIP selama ini. Aklamasi ARW pimpin PDIP Sulsel diperhadapkan beberapa agenda politik jadi perhatian serius.

Wakil Ketua Dewan
         Perolehan suara PDIP di DPRD Provinsi Sulsel, Pemilu 2004 mencapai 6 kursi, mengantar Ketua DPD PDIP Sulsel kala itu H.Andi Potji,  masuk  jajaran elite Sulsel selaku salah seorang  Wakil Ketua DPRD Sulsel.

        Legislator PDIP hasil Pemilu 2004 ini yakni; Andi Potji, Dan Pongtasik, Husain Djunaid, Alimuddin, Yunus Baso dan Endong Patompo. Perjalanan politik PDIP, pada era ini mengalami masa puncak dengan meraih satu unsur wakil ketua. Setelah itu PDIP malah mengalami penurunan perolehan kursi di DPRD Sulsel. 

         Kembalinya anak ideologis memimpin PDIP, maka skala utama   jadi perhatian adalah  mengembalikan masa kejayaan itu meraih unsur wakil ketua  DPRD Provinsi Sulsel. Selain itu kursi untuk DPR RI minimal harus terisi untuk tiga daerah pemilihan.

       Kerja keras dari pengurus  baru  meraih perolehan kursi melebihi apa  sudah dicapai almarhum tokoh sepuh PDI, Andi Potji, menjadi target dan skala perhatian. Kemajuan dan kemerosotan partai dilihat dari indikator perolehan jumlah kursi diraih dalam pemilu legislatif serta pemilih presiden dan kepala daerah. 

       Gerbong jajaran  pengurus daerah PDIP Sulsel, harus kembali melakukan pemetaan geo politik untuk wilayah yang selama ini masuk kategori minim dukungan dan senantiasa minim perolehan kursi legislatif.  Pengurus terpilih dengan seleksi ketat, harus memperlihatkan jati dirinya,  mampu membesarkan partai dan menghapus kesan PDIP partai minoritas di Sulsel.

         Pemilu 2014, PDIP keluar menjadi pemenang, tetapi realitas di Sulsel partai ini malah tidak mampu meraih suara signifikan. PDIP tetap minoritas terbukti tidak menempatkan kadernya satu fraksi utuh di DPRD Provinsi dengan meraih minimal 8 suara.

        Realitas politik demikian menuntut ARW dan pengurus PDIP lainnya, harus mencari taktik dan strategi baru, agar partai ini diminati dan diberi simpati oleh rakyat di Sulsel. Pola pendekatan partai ke akar rumput harus dilakukan secara terbuka dengan  memperhatikan nilai dan kearifan lokal  warga Sulsel. 

       Pemilih panatik dari persentuhan unsur-unsur fusi dalam partai sekitar 40 tahun lalu, masih tetap ada, tetapi karena perjalanan usia banyak di antara mereka sudah tidak ada lagi. Kondisi demikian menuntut ARW harus memperhatikan generasi baru dari para pemilih panatik itu untuk terus menjadikan PDIP sebagai pilihan politiknya.

      Selain dari kalangan pemilih fanatik dan anak keluarganya, PDIP juga harus berani masuk pada pemilih pemula dengan tentu  menawarkan konsep, program dan visi dan misi partai yang menarik perhatian dan keyakinan dari kalangan pemilih pemula tersebut.
Agenda Politik 

      Sepanjang tahun 2015, agenda politik Sulsel   ramai menjadi perbincangan adalah suksesi bupati dan guberur. Peristiwa politik  itu harus menempatkan PDIP selaku aktor yang juga dihitung dalam proses pertarungan politik meraih kosong satu di daerah yang akan memilih bupati baru yakni; Gowa, Bulukumba, Selayar, Soppeng, Wajo, Maros, Barru,Pangkep, Luwu Timur, Toraja dan Toraja Utara.

     Di daerah itu, tanduk partai berlambang banteng in, harus betul-betul di asah agar mampu memenangkan pertarungan dan mengantar kadernya menjadi orang nomor satu. Pertarungan jadi bupati dan wakil, seharusnya kader partai diberi porsi dan skala prioritas meggunakan PDIP selaku kendaraan politik,  memenangkan pertarungan kekuasaan di ranah lokal. 

     Prioritas pada kader itu juga menjadi bagian dari proses pembelajaran partai.  Mereka  yang sudah menjalani proses dan jenjang pengkaderan dari semua tingkan, patut diberi ruang dan kesempatan mengendarai  partai sendiri, ikut  pertarungan meraih posisi bupati atau wakil didaerahnya.

      Praktek politik menjadikan partai hanya sekadar batu loncatan dalam proses pilkada sudah tidak perlu dibudayakan lagi. Sebab kenyataan menunjukkan, setelah target dan kepentingan politik sudah tercapai, maka partaipun kembali di lupakan dan ditinggalkan. 

       Agenda kedua mendesak adalah Pilkada Gubernur Sulsel, mempersiapkan lebih cepat itu lebih bagus. PDIP dituntut harus mendorong kader terbaik ikut dalam pertarungan itu. Kalkulasi politik yang tidak memenuhi regulasi dalam mengusung calon, maka jauh-jauh hari sudah perlu membangun koalisi dengan partai yang memiliki visi, misi dan kepentingan yang sama. 

      Agenda pilkada bupati  dan gubernur Sulsel, harus menjadi fokus perhtian  pengurus baru dengan tetap memberi jalan dan skala priorita kepada kader terbaik partai. Tidak malah memberi kendaraan politik itu kepada orang lain.***




Tidak ada komentar:

Posting Komentar