Selasa, 10 Maret 2015

Politik Transparansi Anggaran



       Dokumen APBD terkesan selama ini dirahasiakan. Angka  serta alokasi uang rakyat itu,  dalam satu tahun mata anggaran, amat sulit diperoleh secara bebas, terbuka dan transparan. Akses untuk mengetahui secara terang benderang alokasi dana itu terasa sulit untuk didapatkan. 


       Kasus anggaran siluman senilai Rp. 12,2 Trilyun di Provinsi DKI Jakarta, antara Gubernur Basuki Tjahya Purnama dengan DPRD DKI, menjadi bukti betapa uang rakyat selama ini menjadi ajang ramai-ramai dikorupsi untuk kepentingan pribadi oknum anggota legislatif. 

       Berita dan cerita yang terjadi Kota Metropolitan Jakarta, sekali lagi menyadarkan publik, keterbatasan akses informasi menjadikan akumulasi dana pada APBD dengan bebas oleh oknum legislatif dan eksekutif,  disalahgunakan dengan program akal-akalan termasuk misalnya pengadaan UPS dan program lain yang  tidak mendesak.

      Kejadian di ibu kota negara ini, sepertinya sudah menjadi rahasia umum. Pihak legislatif kurang merespon upaya transparansi dalam alokasi dan pembahasan mata anggaran APBD. Langkah Gubernur Ahok, menempuh kebijakan e-bugeting, patut diapresiasi agar semua warga kota dengan mudah, gampang dan cepat mengakses informasi APBD.

     Menghindari perseteruan  eksekutif dan legislatif terkait APBD. Maka semua pihak harus sepaham dan sependapat, dengan kemauan politik yang besar untuk melakukan transparansi dalam pengelolaam mata anggaran. Kebijakan itu secara dini akan mendeteksi dan mencegah terjadinya anggaran siluman dengan nilai yang tidak masuk akal tersebut. 
       
Sosialisasi   
        Masyarakat membutuhkan kemauan politik  kuat dari pihak eksekutif dan legislatif untuk menerapkan politik transparansi terhadap dokumen APBD Sulsel 2015, senilai Rp 6,1 Trilyun. Setelah ketok palu pengesahan legislatif akhir tahun 2014, maka langkah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi pengenalan dan pengetahuan kepada seluruh rakyat Sulsel.  

       Politik transparansi yang dimaksud adalah, kebijakan membuka akses seluas-luasnya bagi siapa saja  untuk mengetahui alokasi dana APBD itu.  Sosialisasi dan publikasi APBD harus dilakukan secara lebih dini. 

        Dokumen APBD itu dengan cepat, tepat dan gampang diakses  lewat  portal resmi Kantor Gubernur Sulsel, DPRD Sulsel serta instansi  tekhnis pemerintah lainnya. Selain itu publikasi lewat media cetak, eletronik dan online juga sangat perlu dilakukan.

        Dokumen APBD itu juga dapat dibuat dalam bentuk pamplet  atau lembaran lainnya, kemudian ditempel dan dibagi gratis kepada publik di tempat yang banyak orang berkumpul, bisa dibagi di pos ronda, masjid, gereja dan rumah ibadah lainnya, pusat perbelanjaan, pasar, terminal, pelabuhan laut dan udara.  
      
         Transparansi dalam publikasi dan sosialisasi dokumen APBD  akan melibatkan secara langsung rakyat mengawal dan mengawasi uangnya yang dikelola pemerintah untuk kembali mensejahterakan rakyat. Kurun waktu yang panjang dokumenAPBD seakan tabu diketahui secara transparan oleh rakyat, sehingga banyak uang itu dijarah dan dikorupsi pihak eksekutif dan legislatif.

 huan lebih luas dari rakyat akan dokumen APBD itu, tentu akan ada rasa memiliki,  rasa ingin ikut bersama mengawal dan mengawasi uang mereka yang digunakan  membangun fisik dan non fisik. Pengawasan dari rakyat terutama dana alokasi fisik, sangat efektif karena hampir setiap saat bersentuhan dengan kegiatan fisik di lingkungan tempat tinggal mereka. 

          Politik transparansi APBD kurang diterapkan pada pelaksanaan APBD di masa yang lalu, sehingga daya serap dan peruntukan uang rakyat itu,  banyak tidak tepat sasaran termasuk ada sejumlah dana jadi ajang korupsi, terbukti ada  legislator dan eksekutif   menjadi penghuni terungku.

          Menjalani dan merealisasikan  APBD  2015, rakyat Sulsel sudah tindak ingin  menyaksikan elite,  entah dari eksekutif atau legislatif  kembali  mengulang perilaku masa lalu menyalahgunakan APBD kemudian berujung  jadi penghuni penjara.

         Eksekutif  dituntut lebih terbuka dan transpara dalam merealisasikan dana rakyat trilyun itu. Nomenklatur, alokasi dana serta  peruntukan dan lokasi proyek semua sudah jelas termaktub dalam dokumen APBD. Jika sosialisasi dan publikasi dilakukan gencar,meluas dan tepat sasaran, maka pelaksaaan proyek dari  beragam  kegiatan berasal dari SKPD dan legislatif tentu tidak akan menjadi masalah lagi.

Berpihak Rakyat   
           Postur APBD 2015, harus  menunjukkan keberpihakan kepada rakyat. Potret birokrasi yang boros sudah berulang kali ditegaskan Menteri Pendayaguanan Aparatur Negara RI. Harapan rakyat Sulsel APBD itu berpihak kepada rakyat dalam arti, alokasi APBD itu dominan untuk kegiatan dan proyek menyentuh langsung publik. Belanja publik harus lebih besar dibanding belanja birokrasi.

       Dimasa yang lalu, alokasi dana APBD ini  malah lebih dominan terserap pada belanja birokrasi,  daripada belanja publik yang dirasakan langsung oleh rakyat. Realitas politik itu tentu sudah diubah paradigmanya,  dengan sejumlah kebijakan pemerintah pusat termasuk, memberdayakan sarana dan prasarana ruang pertemuan yang ada, sehingga sudah tidak perlu lagi ramai-ramai menyerbu hotel untuk rapat atau pertemuan lainnya. 

        Potret birokrat dan legislator dengan pola hidup hedonisme juga sudah perlu ditinggalkan. Pola hidup hemat bagi birokrat dan legislator patut menjadi catatan selama mengawal dan merealisasikan dana rakyat tersebut.

         Keberpihakan APBD 2015 kepada rakyat harus  menjadi sebuah kenyataan, tidak lagi sebatas retorika elite setiap kali lomba pidato. Era dan tanda-tanda zaman juga sudah jauh berubah. Rakyat butuh realisasi program dalam bentuk kerja nyata dan jelas, bukan hanya janji manis di mulut. *** (Dimuat di Harian Fajar, Makassar 10 Maret 2015- halaman 8)





            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar