Senin, 06 April 2015

Ati Macinnong Memilih Gubernur Sulsel

Penulis Moh Yahya Mustafa, bersama dengan Gubernur Sulsel terpilih, Syahrul Yasin Limpo, serta isteri wakil Gubernur Sulsel, Majdah Agus Arifin Numang, pada acara silaturrahim pimpinan PTS dengan Gubernur Sulsel di kantor Gubernur Sulsel, 26 Maret 2015


Pemimpin harapan masyarakat, adalah sosok yang mampu berkata benar, apa disampaikan sesuai kenyataan yang ada.  Ucapan dan kata-katanya, selalu terukur dalam takaran ucapan yang benar serta  waspada dan menjaga-jaga diri.
 
       Selasa, 22 Januari 2013 merupakan hari pencoblosan Pilgub Sulsel 2013. Hari itu merupakan fase sangat menentukan dan dinantikan  para kandidat dan pemilih. Pemilih yang berdaulat penuh, menjadi penentu bagi kemenangan dan kekalahan tiga calon gubernur yang bertarung dalam pilgub. Kedaulatan rakyat hadir di hari itu, seorang profesor, atau jutawan sama nilai suaranya, dengan seorang daeng becak,  pekerja  informal atau wong cilik lainnya.   

       Penentuan pilihan politik bagi pemilih cukup banyak variabel dan alasan  melatarinya. Mulai dari kesamaan visi, misi dan idiologi, kedekatan emosional, hubungan pekerjaan atau jaringan lainnya.
       Walau banyak faktor dan variabel penentu, tetapi pilihan politik di  bilik suara akan kembali terpulang pada hati nurani masing-masing pemilih. Pada kearifan lokal masyarakaty Bugis, dikenal dengan istilah ati macinnong dalam menentukan pilihan 

Ati Macinnong
       Ati macinnong, artinya kurang lebih sama dengan hati yang suci atau nurani yang  bening. Ati macinnong ini pada kalangan masyarakat Bugis dipercaya sebagai hakikat sesungguhnya dari manusia.  Pada sisi lain juga menjadi tempat bersumber seluruh sikap,  jiwa baik dan bersih,  sehingga mendorong manusia melakukan perbuatan dan perilaku baik. Pada nurani bening itulah, terpatri itikad baik, kejujuran, kepantasan, dan solidaritas dalam proses kehidupan 

      Konteks kearifan lokal masyarakat Bugis, sosok seorang pemimpin yang pantas dan ideal dipilih mengatur orang banyak, minimal harus memiliki pada dirinya beberapa sifat dan pertanda. Sifat pemimpin itu minimal mendekati apa yang pernah dikemukakan cendekiawan Bugis di masa lalu, Kajaolaliddo. Ketika diminta mengajar bagi putra bangswan Bone, dikatakan ada lima sifat harus dimiliki seorang pemimpin. 

      Kelima sifat itu yakni, pertama; lempuk-e nasibawangi tauk (kejujuran disertasi takut); kedua; adatongengnge nasibanwangi tikek (berkata benar disertai waspada);ketiga; sirik-e nasibawangi getteng (rasa malu  disertai ketegasan); keempat,  awaraningenge nasibawangi cirinna (keberanian disertai kasih sayang); kelima, akkalengnge nasibawangi nyamengkininnawa (kecerdasan disertai kebaikan hati nurani). (Anwar Ibrahim: Sulesana, Kumpulan Esai Tentang Demokrasi dan Kearifan Lokal)

       Kearifan lokal itu secara terang benderang mengaskan seorang pemimpin yang layak dan pantas,  haruslah memiliki sifat kejujuran, tidak disertai dusta atau bohong. Kejujuran itu,  harus dibarengi rasa takut. Termasuk janji-janji yang pernah terucap tidak sampai dilupakan dan harus  direalisasikan.

      Pemimpin harapan masyarakat, adalah sosok yang mampu berkata benar, apa disampaikan sesuai kenyataan yang ada.  Ucapan dan kata-katanya, selalu terukur dalam takaran ucapan yang benar serta  waspada dan menjaga-jaga diri. 

      Penciri ketiga seorang pemimpin harus memiliki rasa malu disertasi ketegasan dalam bertindak. Sosok pemimpin yang sudah putus atau hilang rasa malu,   tentu  tidak layak jadi pemimpin. Selain itu, pemimpin yang tegas bukan peragu juga menjadi sosok akan diterima di tengah masyarakat Sulsel. 

      Pemimpin ideal dalam masyarakat merupakan seorang pemberani disertai kasih sayang kepada rakyatnya. Pemberani maksudnya dalam mengambil keputusan   lebih didasari pertimbangan untuk kepentingan orang banyak.

       Ciri terakhir merupakan figur cerdas dan baik hati. Seorang pemimpin harus memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata dari rakyat yang dipimpin, sifat tersebut tentu sangat dibutuhkan agar dalam pengambilan keputusan, betul-betul tepat sasaran dan tepat waktu.  Kelima sifat- itulah menjadi pertanda seorang pemimpin di tengah masyarakat Sulsel. 

Jejak Rekam  
     Tiga paket calon gubernur yang bertarung meraih suara mayoritas, telah meninggalkan jejak rekam, selama mereka meniti karier dan profesi pada bidang tugas masing-masing.
      Rentang waktu bertahun-tahun meniti karier bagi pada calon gubernur itu, dapat menjadi variabel,  dalam  posisi ati macinnong menentukan pilihan dalam bilik suara. Ilham Arief Sirajuddin dapat ditelusuri jejak rekamnya,  saat menjadi anggota DPRD Sulsel, Walikota Makassar selama dua periode. Rentang waktu itu pemilih dapat  menilai apa yang telah  dilakukan.

      Sosok wakilnya Ilham, Azis Kahar Mudzakkar, juga dapat ditelusuri jeja
k rekamnya saat menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode pertama dan kedua, memimpin pesantren apa saja telah dilakukan dan diperbuat untuk masyarakat Sulsel.
      Jejak rekam Syahrul Yasin Limpo dapat ditelusuri  saat jadi bupati Gowa, kemudian wakil gubernur Sulsel  dan Gubernur Sulsel periode pertama. Rentang waktu cukup panjang itu,  pemilih dapat mengamati dan melihat apa saja  dijalani dan dilakukan selama diberi amanah.

     Agus Arifin Nu’mang yang menjadi wakil Syahrul, sangat mudah diikuti rekam jejaknya dengan mengamati apa dilakukan ketika menjadi anggota DPRD Sulsel dan ketika jadi  Ketua DPRD Sulsel serta Wakil Gubenur Sulsel. Pemilih dengan gampang menilai apa saja telah dilakukan dan dikerjakan.

     Andi Rudiyanto Asapa juga demikian adanya, rekam jejaknya dapat ditelusiri saat meniti karier selaku pengacara, bupati Sinjai dua periode. Kebijakan dan jejak langkahnya selama menjadi Bupati Sinjai akan menjadi salah satu pertanda dan variabel memilihnya.

     Wakilnya Andi Nawir, jejak rekamnya selaku mantan Bupati Pinrang dan anggota DPRD Sulsel dari Partai Demokrat dengan mudah dapat terbaca. Waktu yang dijalani selama meniti karier dapat diketahui apa saja dilakukan dan dikerjakan selama diberi amanah.

      Jejak rekam ditinggalkan para calon gubernur dan wakilnya  menjadi bahan pertimbangan pemilih dengan menggunakan  ati macinnong, menentukan siapa akan dipilih di antara ketiga calon gubernur, dalam bilik pencoblosan di tengah proses yang penuh rahasia dan bebas menentukan pilihan. ***
Senin, 21 Januari 2013 22:55  (Harian Tribun Timur Makassar)

Oleh;
Moh Yahya Mustafa
Mahasiswa S3 Sosiologi Program Pascasarjana
Universitas Negeri Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar