Konsikwensi dari pasar bebas dan globalisasi kehidupan, menjadikan begitu mudah dan gampang lahir dan hadir pusat perbelanjaan dengan menawarkan hampir semua kebutuhan primer dan sekunder. Mal-mal itu malah ada di antaranya merupakan investasi dari jaringan pusat perbelajaan global. Kehadiran mal itu, pada sisi lain membawa dampak terutama memudahkan konsumen memenuhi kebutuhan tanpa harus melakukan proses tawar menawar seperti pada pasar-pasar tradisional.
Pada sisi lain pusat perbelanjaan malah menjadi media mempercepat penyebaran budaya dan ideologi konsumerisme di masyarakat. Fenomena itu menjadi fokus penulisan disertasi Rektor Universitas Pepabri Makassar, Prof.Dr.Ir. Tomy Sinar Surya Eisenring, M.Si, berjudul ‘’ Konstruksi Sosial Arsitektur atas Konsumtifisme, (Studi Interaksionisme Simbolik pada Tiga Mal Perbelanjaan di Makassar) (dibimbing oleh Darmawan Salman, Ananto Yudono, dan Mohammad Thayeb Manriu). Disertasi itu dipertahankan dalam ujian akhir disertasi sosiologi perkotaan di PPs Universitas Negeri Makassar
Kesimpulan yang dapat dianggap sebagai hasil utama dari studi tersebut, bahwa; pada satu sisi, ”desain arsitektural mal perbelanjaan tidak secara langsung mengonstruksi ideologi konsumtifisme, tetapi membantu melancarkan penyebaran makna-makna penerimaan gaya hidup/ideologi konsumtifisme melalui setting (pengaturan/rekayasa) lingkungan yang sesuai dengan gaya hidup individu dan kelompok yang mengobyektivasi makna-makna tersebut.
Pada sisi lain, desain arsitektural mal perbelanjaan dengan konsep ’sarana baru konsumsi’ cenderung dimaknai sebagai ’area rekreasi’, yang kemudian, ketika interaksi sosial terjadi di dalamnya, makna itu menjadi simbol ”pembenaran” bagi tindakan hiperkonsumsi pada lingkungan fisik mal perbelanjaan tersebut.
Penelitian ini juga menghasilkan pustulat yang merupakan konstribusi teoretis yang baru bagi ilmu sosiologi, yakni bahwa ”seseorang yang menyimpan hasrat libidinal ekonomi, ketika memasuki sebuah ’sarana baru konsumsi’ (new means of consumption), cenderung bertindak hiperkonsumsi, bukan hanya dikarenakan interpretasi obyektif atas simbol-simbol lingkungan fisik terdesain dari ’sarana baru konsumsi’ tersebut, tetapi juga dikarenakan tersalurnya enerji libidinal ekonomi pada orang itu, saat hasrat libidinal ekonomi orang tersebut bertemu dengan unsur-unsur afektif lingkungan ’sarana baru konsumsi’ yang menginvestasi intensitas libidinal ekonom
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana ideologi konsumtifisme, sebagai sebuah realitas sosial, terkonstruksi oleh desain arsitektural mal perbelanjaan, dengan cara pendekatan studi interaksionisme simbolik pada tiga mal perbelanjaan di Makassar—Mal Ratu Indah, Mal Panakkukang, dan Mal Makassar.
Mencapai tujuan tersebut, penelitian ini bertolak dari paradigma ’sosiologi terpadu’ (integrated sosiological paradigm), berfokus pada jenjang ’mikro-subyektif’, dan dengan topik studi: ’konstruksi sosial atas realitas’ (social construction of reality), dengan asumsi ontologis bahwa realitas bersifat sosial, yaitu bersifat jamak. Karenanya digunakan metode inkuiri ’naturalistik’, dengan ’kualitatif’ sebagai jenis penelitian.
Penelitian diawali dengan observasi arsitektural dan unsur-unsur afektif di ketiga mal perbelanjaan tersebut, disusul dengan menyelidiki karakteristik pengunjung di masing-masing mal perbelanjaan. Informasi mengenai karakteristik pengunjung diperoleh dari survei pengunjung dan wawancara singkat terstruktur terhadap 100 orang sampel untuk masing-masing mal perbelanjaan.
Kemudian menyelidiki biografi dan pengalaman berbelanja, dari 9 orang subyek utama penelitian ini, yang masing-masing terdiri atas 3 orang subyek untuk masing-masing mal perbelanjaan. Pada bagian inti dari studi ini, makna individual mengenai sarana mal perbelanjaan, mengenai lingkungan arsitektural mal perbelanjaan, dan mengenai makna penerimaan ideologi konsumtifisme diselidiki, dianalisis, dan diinterpretasi.
Sedangkan pada tahap akhir, hubungan sosiometri dari kesembilan subyek penelitian tersebut diinterpretasi ke dalam studi interaksionisme simbolik, untuk menjawab permasalahan pokok yang diajukan dalam penelitian ini.
Sosiologi Arsitektural
“We shape our buildings and afterward the buildings shape us”, ini sebuah pernyataan dari Winston Churchill 65 tahun lalu ketika terjadi perdebatan di kalangan anggota parlemen Inggris saat memperdebatkan apakah gedung parlemen mereka yang rusak berat akibat Perang Dunia II itu cukup direnovasi atau perlu dibangun baru.
Pernyataan negarawan Churchill itu menunjukkan bahwa sebenarnya orang telah menyadari bahwa bukan hanya orang yang dapat menginstruksi bangunan tapi bangunan juga dapat mengonstruksi orang-orang. Dalam kajian sosiologi, ‘realitas sosial’ dipandang sebagai sesuatu yang terkonstruksi oleh lingkungan.
Realitas sosial yang terjadi pada sebuah komunitas, misalnya, dapat dipandang sebagai terkonstruksi oleh lingkungan di mana komunitas itu berada. Sosiologi Arsitektural memandang fenomena ini secara lebih jauh, yakni bahwa sebuah realitas sosial dapat dikonstruksi oleh lingkungan fisik terdesan (designed physical environment).
‘Sosiologi Arsitektural’ (architectural sociolgy), sebagai sub bidang baru dalam ranah sosiologi, baru pertama kali diperkenalkan pada tahun 2002 oleh Ronald Smith (University of Nevada, Las Vegas) dan Velerie Bugni (Galati Architect, Inc, Las Vegas).
Sosiologi Arsitektural memberi pendekatan terhadap pertanyaan-pertanyaan sekitar hubungan individu dengan lingkungan fisik terdesain, dan menguji bagaimana bentuk-bentuk arsitektural menjadi penyebab, dan juga menjadi akibat dari fenomena sosio-kultural. “Di Indonesia dan mungkin di Dunia, bidang ini belum banyak dikenal oleh kalangan akademisi dan praktisi, baik di bidang sosiologi maupun arsitektur”.
Tommy S.S. Eisenring menyelesiakan program doktor Sosiologi pada program Pasca Sarjana UNM dan mendalami bidang Sosiologi Arsitektural, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Darmawan Salman, M.S. (promotor), Prof. Dr. Ir. Ananto Yudono, M.Eng. (ko-promotor I), dan Prof. Dr. H. Moh. Thayeb Manrihu (ko-promotor II). Ia memperoleh Predikat Cum Laude dengan IPK 4,00. Dan menjadi Wisudawan Terbaik Program Doktor sekaligus Program Pasca Sarjana pada UNM Periode Wisuda XXII. Dalam waktu 83 hari setelah ia meraih gelar Doktor pada tanggal 6 Januari 201, ia diangkat menjadi Profesor/Guru Besar dalam Bidang Ilmu Sosiologi Arsitektural.
Putra kedua Prof. Dikwan Eisenring (almarhum), salah seorang pendiri IKIP Makassar (Sekarang UNM), ini menyadari bahwa setiap arsitek atau calon arsitek perlu dibekali pengetahuan sosiologis, karena dengan memahami berbagai fenomena sosiologis, seorang arsitek akan jauh lebih sensitif terhadap kebutuhan individual atau masyarakat pengguna bangunan ketika ia merancang sebuah lingkungan fisik. (moh yahya mustafa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar