Akreditasi kini menjadi kata kunci bagi
masyarakat memilih program studi menyekolahkan anak-anak mereka. Realitas
demikian, sekaligus menjadi pertanda masyarakat semakin cerdas.
Informasi
pertama dicari ketika akan memilih prodi,
masyarakat pertanyakan status akreditasi. Keterbukaan informasi dan
pelayanan serba digital dan online memudahkan masyatakat mencari informasi status bagi prodi yang akan
menjadi pilihan.
Prodi tidak
terakreditasi cepat atau lambat akan dijauhi dan tidak akan diminati lagi oleh
calon mahasiswa. Pada beberapa kasus, masyarakat yang terlanjur ikut proses
perkulihan pada prodi tertentu,
sementara status akreditasi tak kunjung di urus pengelola kampus, maka
masyarakat dan mahasiswa pada akhirnya melakukan gugatan dan aksi demonstrasi.
Pengakukan akreditasi merupakan sebuah
legitimasi bagi kampus dalam proses pembelajaran. Pencapaian nilai akreditasi
tidak juga serta merta diberikan BAN-PT kalau tidak dilakukan visitasi sebelumnya,
dengan verifikasi terhadap laporan sebelumnya, terhadap proses pembelajaran, sarana dan
prasarana dimiliki kampus.
Tuntutan pengakukan akreditasi semakin
dibutuhkan, ketika pasar kerja mensyaratkan calon pelamar yang akan dites dalam
peneriman tenaga kerja, harus berasal dari kampus dengan prodi terakreditasi.
Beberapa lembaga penerima tenagta kerja,
malah memberi syarat nilai akreditasi B atau A.
Regulasi dalam dunia pendidikan tinggi mensyaratkan hanya prodi terakreditasi
BAN-PT boleh menggelar wisuda. Kenyataan
demikian, memaksa pengelola kampus berlomba
mengajukan permohoman visitasi, guna
dilakukan akreditasi oleh BAN-PT yang
kini menjadi satu-satunya lembaga akreditasi kampus di republik ini.
Keterbatasan kemampuan BAN-PT akibat kendala
tenaga asesor dan dana, menjadikan beberapa prodi kini masih menungu cukup lama
datangnya tim visitasi tersebut. Sementara waktu juga terus berputar, dan pasar kerja senantiasa meminta calon
pegawai akan diterima kalau prodi tempat kuliah telah mendapat akreditasi.
Fenomena itu menjadi sebuah tantangan di
kalangan pengelola kampus. Ditengah kegalauan itu muncul ide dari Asosiasi Perguruan
Tinggi Swasta Seluruh Indomesia (APTISI)
mendirikan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) dengan tugas dan fungsi sama dengan
apa dilakukan BAN-PT selama ini.
Eksistensi LAM masih ditunggu aksinya,
kehadirannya pada sisi lain tentu akan semakin luas daya jangkau dan akses bagi
PTS dengan adanya pilihan lembaga
akreditasi, sehingga berkas boring
akreditasi yang bertumpuk di kantor BAN-PT bisa segera teratasi.
Lembaga alternatif ini tentu kualitas dan standar kinerja harus diprioritaskan
dan dikedepankan, minimal harus sama
dengan BAN-PT, agar hasil kerja betul-betul dapat dipertanggungjawabkan
.
Rekruitmen tenaga asesor, pendanaan dan standar organisasi juga harus
mendapat pengawasan dari pemerintah,
agar output dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan di tengah publik.
Kehadiran LAM diharap dapat menjadi mitra kerja BAN-PT mempercepat
terwujudnya semua prodi yang memenuhi syarat administrasi, memperoleh nilai dari lembaga akreditasi
diakui oleh negara dan masyarakat. *** (Editorial Majalah CERDAS Kopertis IX Sulawesi, edisi Desember 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar