Minggu, 08 Maret 2015

Involusi Politik



Berjalan ditempat. Itulah potret  Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam rentang waktu panjang era Orde Baru dan  masa Reformasi.  Bersama PDIP dan Golkar, partai berlambang kakbah ini, dari segi usia tergolong tua.

        Fusi partai dari gabungan empat unsur partai Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) 5 Januari 1973, tidak mampu eksis meraih dukungan dan simpati dari ummat Islam yang menjadi basis massa tradisional dan fanatiknya.

       Realitas politik di Sulsel juga memberi gambaran seperti itu. Kursi legislatif di DPRD provinsi, kabupaten dan kota,tergolong relatif kecil dan malah  ada sama sekali kosong. Era reformasi 20 tahun terakhir dengan empat kali pemilu, kondisinya kurang lebih sama.

       Walau sudah tidak ada lagi rekayasa dan tekanan rezim, tetapi PPP Sulsel kodisinya masih tetap tidak beruntung meraih suara mayoritas, di tengah keterbukaan dan kebebasan politik yang sangat luar biasa.

      Pemilu legislatif  pertama era reformasi 1999, PPP Sulsel hanya mampu menempatka 6 kursi di DPRD Sulsel dari 75 kursi.  Pemilu 2004,  meraih 7 kursi dari 75 diperebukan. Pemilu 2009 berubah jadi 5, dari 75 yang ada serta Pemilu 2014 meraih 7 kursi dari 85 kursi diperebutkan.

       Kalkulasi politik tersebut menunjukkan perolehan kursi PPP di DPRD Sulsel, tidak mampu melewati 10 persen. Kenyataan politik demikian memberi pertanda, walau partai berasas Islam ini,  hadir di tengah masyoritas penduduk muslim, tetapi partai dengan ikon, PPP Rumah Besar Ummat Islam,  tidak mampu meraih simpati dan dukungan.
        Dinamika dan kondisi politik dialami PPP  dalam rentang waktu 20 tahun era reformasi, diperhadapkan pada kondisi jebakan involusi politik. Jebakan itu menempatkan PPP mengalami kemerosotan dan pertumbuhan  tidak berarti sama sekali. Walau dinamika cukup tinggi secara internal, tapi pencapaian suara dalam pileg tetap stagnan, tidak mampu melewati 10 persen.

       Involusi,  istilah yang pertama kali dipopulerkan di Indonesia oleh antropolog Amerika Serikat, Cliffort Geertz, dikatakan involusi, berarti tumbuh ke dalam bukan mekar dan berubah diri. Darmawan Salman,  menilai involusi adalah, evolusi yang terlambatkan. Perubahan yang lebih lambat dari evolusi alamiah.

        Musywil PPP Sulsel digelar,  28 Pebruari sampai 2 Maret 2015, jadi momentum politik memilih sosok pimpinan wilayah, punya habitus kuat menarik dan mendorong gerbong PPP, keluar dari jebakan involusi itu. agar perolehan  kursi menembus 10 persen.

        Jika peserta Musywil PPP Sulsel 2015, gagal memilih  pengurus yang mampu mengeluarkan PPP dari jebakan involusi politik, maka nasib partai ini, kembali akan menjalani peran lamanya berjalan di tempatnya. ***
       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar