Berjalan ditempat. Itulah potret Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam
rentang waktu panjang era Orde Baru dan
masa Reformasi. Bersama PDIP dan
Golkar, partai berlambang kakbah ini, dari segi usia tergolong tua.
Fusi
partai dari gabungan empat unsur partai Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti) 5
Januari 1973, tidak mampu eksis meraih dukungan dan simpati dari ummat Islam
yang menjadi basis massa tradisional dan fanatiknya.
Realitas
politik di Sulsel juga memberi gambaran seperti itu. Kursi legislatif di DPRD provinsi,
kabupaten dan kota,tergolong relatif kecil dan malah ada sama sekali kosong. Era reformasi 20
tahun terakhir dengan empat kali pemilu, kondisinya kurang lebih sama.
Walau sudah tidak ada lagi rekayasa dan tekanan rezim, tetapi PPP Sulsel
kodisinya masih tetap tidak beruntung meraih suara mayoritas, di tengah
keterbukaan dan kebebasan politik yang sangat luar biasa.
Pemilu legislatif pertama era reformasi 1999, PPP Sulsel hanya
mampu menempatka 6 kursi di DPRD Sulsel dari 75 kursi. Pemilu 2004,
meraih 7 kursi dari 75 diperebukan. Pemilu 2009 berubah jadi 5, dari 75
yang ada serta Pemilu 2014 meraih 7 kursi dari 85 kursi diperebutkan.
Kalkulasi politik tersebut menunjukkan perolehan kursi PPP di DPRD
Sulsel, tidak mampu melewati 10 persen. Kenyataan politik demikian memberi
pertanda, walau partai berasas Islam ini, hadir di tengah masyoritas penduduk muslim,
tetapi partai dengan ikon, PPP Rumah
Besar Ummat Islam, tidak mampu
meraih simpati dan dukungan.
Dinamika
dan kondisi politik dialami PPP dalam rentang
waktu 20 tahun era reformasi, diperhadapkan pada kondisi jebakan involusi
politik. Jebakan itu menempatkan PPP mengalami kemerosotan dan pertumbuhan tidak berarti sama sekali. Walau dinamika
cukup tinggi secara internal, tapi pencapaian suara dalam pileg tetap stagnan,
tidak mampu melewati 10 persen.
Involusi,
istilah yang pertama kali dipopulerkan di Indonesia oleh antropolog
Amerika Serikat, Cliffort Geertz, dikatakan involusi, berarti tumbuh ke dalam
bukan mekar dan berubah diri. Darmawan Salman, menilai involusi adalah, evolusi yang
terlambatkan. Perubahan yang lebih lambat dari evolusi alamiah.
Musywil PPP Sulsel digelar, 28
Pebruari sampai 2 Maret 2015, jadi momentum politik memilih sosok pimpinan wilayah,
punya habitus kuat menarik dan mendorong gerbong PPP, keluar dari jebakan
involusi itu. agar perolehan kursi
menembus 10 persen.
Jika peserta Musywil PPP Sulsel 2015, gagal memilih pengurus yang mampu mengeluarkan PPP dari
jebakan involusi politik, maka nasib partai ini, kembali akan menjalani peran
lamanya berjalan di tempatnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar