Minggu, 29 Maret 2015

KH. Achmad Marzuki Hasan; Ada Ulama Mencari Kekuasaan


“Sepanjang tetap memegang tuguh ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rasul, ulama boleh saja menggeluti dunia politik,” ujar KH Achmad Marzuki Hasan, pendiri Pondok Pesantren Darul Istiqamah Pusat Macoppa Maros. Kondisi fisik kyai yang kini bermukim di Kabupaten Sinjai ketika dihubungiWartawan Harian Pedoman Rakyat,  Moh. Yahya Mustafa dan Mansyur Alam, terlihat terus menurun. Meski sudah lama lanjut usia, dia tetap mengikuti irama kehidupan pesantren yang dipimpinnya di Bongki.
===================================


KH. Achmad Marzuki Hasan, termsuk salah seseorang di antara sedikit ulama yang punya kharisma di Sulsel. Walau usianya semakin senja, ia masih tetap menjalankan  peran dan fungsi selaku pengayom ummat, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah berbuat kemungkaran. Pendiri Ponpes Darul Istiqamah Maccopa, terbesar di Kabupaten Maros ini, masih tetap didatangi dan dikelilingi para santri yang berguru kepadanya.
  
 Ia kini menetap di Ponpes Darul Istiqamah, Bongki Sinjai. Di tempat ini selain membina santri, juga membina jammah di masjid Nurul Tjarah Pasar Sentral Sinjai. Pengajian yang secara rutin diisi sampai sekarang. Jamaah yang beragam latar belakang masih setia mendengarkan ceramahnya, sesudah sholat subuh dan magrib.

Ketika ditemui di pesantrennya beberapa pekan lalu, ia sempat bercerita sejumlah persoalan yang dihadapi ummat. Ulama kharismatik Sulsel ini menyatakan adanya sejumlah ulama yang mencari kekuasaaan dengan terlibat langsung dalam politik praktis. “ini salah satu persoalan yang dihadapi umat sekarang ini, “katanya.
Persoalan itu katanya, tidak menjadi masalah sepanjang ulama yang bersangkutan masih tetap menjalankan ajaran Al Qu’ran dan sunnah Rasul secara murni dan konsikwen pula.

 Penghafal 30 juz Al Qu’an di usia 17 tahun ini mengakui, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat sepertinya memberi banyak warna pada kehidupan umat manusia. Akhirnya agama seolah – olah dikesampingkan. Pengaruh langsung ilmu pengetahuan membuat perlakuan terhadap agama dalam kehidupan keseharian mulai tidak tampak lagi.

 Kita harus instropeksi diri. Setinggi apa pun ilmu pengetahuan yang dimiliki tanpa ditopang oleh pengetahuan agama, umat manusia dalam keterpurukan. Kunci utama untuk keselamatan, yakni manusia harus kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Dua pengangan ini yang harus menjadi dasar hidup manusia jika ingin betul – betul selamat dunia dan akhirat.” Ujarnya.

Soal adanya keinginan meminta untuk  melaksanakan syariat agama, KH Ahmad Marzuki Hasan dengan tegas mengatakan, untuk melaksanakan syariat agama sendiri, mengapa harus minta izin kepada negara. Padahal sejak dari dulu izin melaksanakan syariat sudah ada dan terbuka lebar yang sangat penting dilakukan saat ini, melaksanakan syariat dan ajaran agama yang ada. Kalau ada tekanan atau larangan, kita baru mencari apa alasannya.

“Mari, kita melaksanakan cara hidup secara Islami dengan pedoman utama kepada Al Qu’ran dan As-Sunnah Rasulullah SAW, “tegasnya seraya menambahkan Rasulullah tidak pernah meminta bantuan kepada orang banyak untuk melaksanakan ajaran agama Islam diawal penyebarannya,” ungkapnya.

Selaku ulama yang sudah merasakan pergantian rezim penyampaian dakwah dan syiar agama dirasa berbeda dari tiap sistem pemerintahaan. Ketika berada di era Orde Baru katanya, sangat terasa aktivitas dakwah tertekan. Seringkali materi ceramah yang akan disampaikan oleh dai disensor, belum lagi dikenakan wajib lapor. Malah diawal kehadirannya di Sinjai, 1983 umat yang akan mengikuti ceramah di Masjid Nurul Tijarah Bongki dan Nurul Hidayah Sinjai, harus main kucing kucingan petugas dan aparat. Mereka yang  bermain berasal dari umat yang kebetulan berkarier di birokrasi.

 Di era reformasi tegas KH. Achmad Marzuki Hasan, aktivitas dakwah lebih bebas dan  luwes disampaikan kepada ummat tanpa ada intel dan petugas yang memata – matai umat yang memburu siraman rohani. Kondisi seperti sekarang ini harus betul betul dimanfaatkan untuk meningkatkan syiar agama guna mencapai kemashalatan umat.

Meskipun demikian menurutnya , masih tetap ada tantangan dakwah, antara lain masih terlalu banyak umat Islam yang tidak rela bersedia melaksanakan Al – Quran dan As-Sunnah. Ini seperti terus mengemuka sejak dari dulu sampai sekarang.

Dalam praktek kehidupan keseharian seringkali yang ingin diajak kepada kebaikan adalah atasan langsung. Secara psikologis terasa sulit dielakkan. Namun dalam agama, tidak jarak seperti itu, asalkan mengajak kepada kebaikan dan menghindari kepada keburukan dan tidak mengenal siapa orang dan dari latar belakangnya. Karena ajakan itu ditunjukkan  kepada seluruh ummat Rasulullah Muhammad SAW .

Zaman baru saat ini telah memberi peluang kepada ummat untuk menduduki sejumlah posisi strategis dalam pemerintahaan. Umat pun, katanya belajar untuk menjadi pejabat. “Terbuka peluang untuk menjadi seorang ekonom, politisasi dan birokrat. Posisi – posisi seperti ini sangat dibutuhkan oleh ummat di masa akan datang. “tandasnya.

Apalagi dalam menghadapi tantangan di masa datang yang semakin berat. Seorang ulama yang memasuki posisi tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus dibarerangi dengan suatu niat suci sekaligus menjadi ibadah di sisi Allah SWT.

Aktivitas umat yang meniti  karier pada sejumlah bidang pegabdian dan karier di era sekarang ini tegas KH Achmad Marzuki Hasan. Harus betul betul dibarengi dangan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Kalau berpegang  kepada kedua soal itu, berarti semangat beragama masih ada.

“Ditakutkan kalau misalnya sudah sibuk dengan aktivitas barunya itu, kemudian jarang terlihat di mesjid, malah sudah malas salat di rumah dan tempat kerjaannya. Sesibuk apapun Nabi Muhammad SAW  tidak pernah meninggalkan salat “ tegasnya

Ada masanya ulama tidak sebatas memberi fatwa kepada  umat, tetapi dituntut harus diperkenalkan kepada umat. Ulama – ulama dulu sudah pernah melakukan hal demikian. Penjajah Belanda melihat sisi lain dari pemberlakuan konsep ini sehingga Belanda melakukan konsep pemisahan.

 Akibatnya pengetahuan agama dan pengetahuan umum diuapayakan agar dipisah secara tegas. Ulama pun pada akhirnya hanya memiliki pengetahuan umum yang sangat minim. Belanda juga seringkali mendiskreditkan  ulama dengan mengatakan, menghiraukan hukum agama. Keinginan kuat dari umat di masa penjajahan menerapkan konsep imamah tersebut sehingga menimbulkan keraguan dan  rasa takut pemerintahaan Belanda.

Menurut Achmad Marzuki Hasan sekarang masih terasa sulit mencari formula dan sistem pengajaran Al Qur’an dan sunnah. Begitu diajarkan langsung dapat diaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Pola – pola belajar langsung diaplikasikan kelihataannya menjadi ganjalan di kalangann umat sehingga menjadi persoalan bersama untuk dicarikan solusi di era yang penuh tantangan ini.

Namun dalam kenyataannya, sangat ditentukan oleh persoalan waktu dan hubungan kepada Allah SWT. Janji Allah senantiasa tidak pernah diingkari, seperti yang tercantum dalam kitab suci Al Qur’an antara lain dikatakan orang yang bersungguh – sungguh amalkann agama Insyaallah  akan ditunjukkan jalan yang dapat tercapai. (Wawancara di Harian Pedoman Rakyat, 10 Juni 2001)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar