“Sepanjang tetap memegang tuguh ajaran Al Qur’an
dan Sunnah Rasul, ulama boleh saja menggeluti dunia politik,” ujar KH Achmad
Marzuki Hasan, pendiri Pondok Pesantren Darul Istiqamah Pusat Macoppa Maros. Kondisi
fisik kyai yang kini bermukim di Kabupaten Sinjai ketika dihubungiWartawan Harian Pedoman Rakyat, Moh. Yahya Mustafa dan Mansyur Alam,
terlihat terus menurun. Meski sudah lama lanjut usia, dia tetap mengikuti irama
kehidupan pesantren yang dipimpinnya di Bongki.
===================================
KH.
Achmad Marzuki Hasan, termsuk salah seseorang di antara sedikit ulama yang
punya kharisma di Sulsel. Walau usianya semakin senja, ia masih tetap
menjalankan peran dan fungsi selaku
pengayom ummat, yakni mengajak kepada kebaikan dan mencegah berbuat kemungkaran.
Pendiri Ponpes Darul Istiqamah Maccopa, terbesar di Kabupaten Maros ini,
masih tetap didatangi dan dikelilingi para santri yang berguru kepadanya.
Ia kini menetap di Ponpes Darul
Istiqamah, Bongki Sinjai. Di tempat ini selain membina santri, juga membina
jammah di masjid Nurul Tjarah Pasar Sentral Sinjai. Pengajian yang secara rutin
diisi sampai sekarang. Jamaah yang beragam latar belakang masih setia
mendengarkan ceramahnya, sesudah sholat subuh dan magrib.
Ketika ditemui di pesantrennya
beberapa pekan lalu, ia sempat bercerita sejumlah persoalan yang dihadapi
ummat. Ulama kharismatik Sulsel ini menyatakan adanya sejumlah ulama yang
mencari kekuasaaan dengan terlibat langsung dalam politik praktis. “ini salah
satu persoalan yang dihadapi umat sekarang ini, “katanya.
Persoalan
itu katanya, tidak menjadi masalah sepanjang ulama yang bersangkutan masih
tetap menjalankan ajaran Al Qu’ran dan sunnah Rasul secara murni dan konsikwen
pula.
Penghafal 30 juz Al Qu’an di usia 17
tahun ini mengakui, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat
sepertinya memberi banyak warna pada kehidupan umat manusia. Akhirnya agama
seolah – olah dikesampingkan. Pengaruh langsung ilmu pengetahuan membuat
perlakuan terhadap agama dalam kehidupan keseharian mulai tidak tampak lagi.
Kita harus instropeksi diri.
Setinggi apa pun ilmu pengetahuan yang dimiliki tanpa ditopang oleh pengetahuan
agama, umat manusia dalam keterpurukan. Kunci utama untuk keselamatan, yakni
manusia harus kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Dua pengangan ini yang harus
menjadi dasar hidup manusia jika ingin betul – betul selamat dunia dan
akhirat.” Ujarnya.
Soal adanya keinginan meminta
untuk melaksanakan syariat agama, KH
Ahmad Marzuki Hasan dengan tegas mengatakan, untuk melaksanakan syariat agama
sendiri, mengapa harus minta izin kepada negara. Padahal sejak dari dulu izin
melaksanakan syariat sudah ada dan terbuka lebar yang sangat penting dilakukan
saat ini, melaksanakan syariat dan ajaran agama yang ada. Kalau ada tekanan
atau larangan, kita baru mencari apa alasannya.
“Mari, kita melaksanakan cara hidup
secara Islami dengan pedoman utama kepada Al Qu’ran dan As-Sunnah Rasulullah
SAW, “tegasnya seraya menambahkan Rasulullah tidak pernah meminta bantuan
kepada orang banyak untuk melaksanakan ajaran agama Islam diawal
penyebarannya,” ungkapnya.
Selaku ulama yang sudah merasakan
pergantian rezim penyampaian dakwah dan syiar agama dirasa berbeda dari tiap sistem
pemerintahaan. Ketika berada di era Orde Baru katanya, sangat terasa aktivitas
dakwah tertekan. Seringkali materi ceramah yang akan disampaikan oleh dai
disensor, belum lagi dikenakan wajib lapor. Malah diawal kehadirannya di Sinjai,
1983 umat yang akan mengikuti ceramah di Masjid Nurul Tijarah Bongki dan Nurul
Hidayah Sinjai, harus main kucing kucingan petugas dan aparat. Mereka yang bermain berasal dari umat yang kebetulan
berkarier di birokrasi.
Di era reformasi tegas KH. Achmad
Marzuki Hasan, aktivitas dakwah lebih bebas dan luwes disampaikan kepada ummat tanpa ada intel
dan petugas yang memata – matai umat yang memburu siraman rohani. Kondisi
seperti sekarang ini harus betul betul dimanfaatkan untuk meningkatkan syiar
agama guna mencapai kemashalatan umat.
Meskipun demikian menurutnya , masih
tetap ada tantangan dakwah, antara lain masih terlalu banyak umat Islam yang
tidak rela bersedia melaksanakan Al – Quran dan As-Sunnah. Ini seperti terus
mengemuka sejak dari dulu sampai sekarang.
Dalam praktek kehidupan keseharian
seringkali yang ingin diajak kepada kebaikan adalah atasan langsung. Secara
psikologis terasa sulit dielakkan. Namun dalam agama, tidak jarak seperti itu,
asalkan mengajak kepada kebaikan dan menghindari kepada keburukan dan tidak
mengenal siapa orang dan dari latar belakangnya. Karena ajakan itu
ditunjukkan kepada seluruh ummat
Rasulullah Muhammad SAW .
Zaman baru saat ini telah memberi
peluang kepada ummat untuk menduduki sejumlah posisi strategis dalam
pemerintahaan. Umat pun, katanya belajar untuk menjadi pejabat. “Terbuka
peluang untuk menjadi seorang ekonom, politisasi dan birokrat. Posisi – posisi
seperti ini sangat dibutuhkan oleh ummat di masa akan datang. “tandasnya.
Apalagi dalam menghadapi tantangan
di masa datang yang semakin berat. Seorang ulama yang memasuki posisi tersebut
tidak boleh dibiarkan begitu saja, tetapi harus dibarerangi dengan suatu niat
suci sekaligus menjadi ibadah di sisi Allah SWT.
Aktivitas umat yang meniti karier pada sejumlah bidang pegabdian dan
karier di era sekarang ini tegas KH Achmad Marzuki Hasan. Harus betul betul
dibarengi dangan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Kalau berpegang kepada kedua soal itu, berarti semangat
beragama masih ada.
“Ditakutkan kalau misalnya sudah
sibuk dengan aktivitas barunya itu, kemudian jarang terlihat di mesjid, malah
sudah malas salat di rumah dan tempat kerjaannya. Sesibuk apapun Nabi Muhammad
SAW tidak pernah meninggalkan salat “
tegasnya
Ada masanya ulama tidak sebatas
memberi fatwa kepada umat, tetapi
dituntut harus diperkenalkan kepada umat. Ulama – ulama dulu sudah pernah
melakukan hal demikian. Penjajah Belanda melihat sisi lain dari pemberlakuan
konsep ini sehingga Belanda melakukan konsep pemisahan.
Akibatnya pengetahuan agama dan
pengetahuan umum diuapayakan agar dipisah secara tegas. Ulama pun pada akhirnya
hanya memiliki pengetahuan umum yang sangat minim. Belanda juga seringkali
mendiskreditkan ulama dengan mengatakan,
menghiraukan hukum agama. Keinginan kuat dari umat di masa penjajahan
menerapkan konsep imamah tersebut sehingga menimbulkan keraguan dan rasa takut pemerintahaan Belanda.
Menurut Achmad Marzuki Hasan
sekarang masih terasa sulit mencari formula dan sistem pengajaran Al Qur’an dan
sunnah. Begitu diajarkan langsung dapat diaplikasikan dalam kehidupan
keseharian. Pola – pola belajar langsung diaplikasikan kelihataannya menjadi
ganjalan di kalangann umat sehingga menjadi persoalan bersama untuk dicarikan
solusi di era yang penuh tantangan ini.
Namun dalam kenyataannya, sangat
ditentukan oleh persoalan waktu dan hubungan kepada Allah SWT. Janji Allah
senantiasa tidak pernah diingkari, seperti yang tercantum dalam kitab suci Al
Qur’an antara lain dikatakan orang yang bersungguh – sungguh amalkann agama
Insyaallah akan ditunjukkan jalan yang
dapat tercapai. (Wawancara di Harian
Pedoman Rakyat, 10 Juni 2001)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar