Sektor pertanian kurun waktu yang teramat panjang menjadi tumpuan utama pada proses pembangunan. Arah kebijakan selalu memihak kepada para petani. Hal demikian dapat terbaca dari visi dan misi serta kebijakan strategis dari setiap pemerintah yang sudah datang silih berganti.
Kenyataan lapangan kemudian menunjukkan, nasib para petani terutama mereka yang menjadi buruh tani, masih terus terperangkap dengan dahsyatnya kemiskinan yang terkadang terwariskan secara struktural dari satu generasi ke generasi yang baru.
Statistik kependudukan juga menunjukkan secara jelas, kantong-kantong kemiskinan malah dominan ditemukan pada wilayah yang sejak dari dulu dikenal sebagai basis pertanian. Sebuah kenyataan ironi yang sudah berulang-ulang tersaji dipelupuk mata, kasus gizi buruk dan kelaparan yang sering ditemukan di tengah masyarakat miskin dari kalangan buruh tani.
Kebijakan sektor pertanian guna meningkatkan produksi hasil pertanian dengan sebuah tujuan mulia lebih meningkatkan penghasilan para petani, malah berbalik menjadi sebuah kenyataan yang sangat menyedihkan dan memilukan. Revolusi hijau dengan arah strategi kebijakan pada proses mekanisasi sektor pertanian, menempatkan para petani kecil dan perempuan semakin terpinggirkan dan malah kehilangan lapangan kerja yang ditekuni secara turun temurun.
Penelitian dari disertasi Dr.Ir.Ratnawati Tahir, M.Si pada PPs Unhas 2008 berjudul ‘’ Adaptasi Petani Kecil dan Perempuan Terhadap Keterpinggiran Karena Modernisasi Pertanian (Studi Perubahan Sosial pada Komunitas Petani Sawah di Desa Sereang dan Desa Passeno di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan).
Disertasi dosen Dosen Kopertis Diperbantukan (DPK) di Universitas 45 Makassar ini, menghasilkan temuan, proses perubahan teknis yang berlangsung selama revolusi hijau telah meminggirkan petani kecil dan perempuan. Peminggiran terjadi disebabkan, penggantian alat panen ani-ani menjadi sabit mengurangi tenaga laki-laki dan perempuan.Penggunaan mesin dross pada perontokan padi mengurangi tenaga laki-laki dan perempuan.
Revolusi hijau oleh para petani kecil dan perempuan justru dimaknai sebagai hal yang tidak menguntungkan karena telah menggeser peran mereka pada sector pertanian padi sawah. Pada sisi lain revolusi hijau juga mereka nilai telah memudarkan dan menghilangkan nilai-nilai sosial ikatan solidaritas dan kegotongroyongan.
Para petani kecil dan perempunan yang terpinggirkan tersebut, guna tetap eksis menjalani rutinitas kehidupan, maka mereka menempuh strategi survival lewat perubahan profesi menjadi pedagang, tukang kayu/batu, pengojek, merantau ke luar negeri menjadi TKI. Sedangkan bagi pekerja perempuan menempuh strategi survival dengan membuka warung dan industri rumahan lainnya.
Keterpinggiran petani kecil dan perempuan menurut wanita kelahiran Ujung Pandang 12 April 1966 ini, member efek pada meluapnya tenaga kerja yang tidak berpenghasilan di pedesaan, akibatnya beban pembangunan bertambah karena beban hidup per keluarga petani semakin berat, di satu sisi pembangunan ekonomi secara keseluruhan tercapai, namun efek pada pembangunan manusia dan ekologi terabaikan.
Dampak lagi dari revolusi hijau ungkap mantan dosen fakultas pertanian Universitas Dumoga Bone, Kotamabagu Sulut, menghadirkan polarisasi social yang terjadi di kedua desa yang menjadi lokasi penelitian. Kondisi demikian disebabkan terjadinya ketimpangan kepemilikan lahan. Terjadi proses akumulasi kepemilikan lahan pada petani besar yang menjadi tuan tanah, menjadikan para petani kecil dan perempuan semakin tidak punya akses terhadap lahan
Realitas sosial demikian yang dialami para petani kecil dan perempuan, menempatkan mereka pada kondisi keterbatasan dan selalu mengulang kehidupan rutinitas pada sebuah lingkaran jebakan proses pemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan ketidakberdayaan. (moh yahya mustafa)
Data Diri
Nama Lengkap : Dr. Ir.Ratnawati Tahir, M.Si
Tempat/Tgl Lahir: Ujung Pandang 12 April 1966
Pekerjaan : DPK Fakultas Pertanian Univ 45 Makassar
Pendidikan : S1 Pertanian Unhas 1990
S2 Sosiologi Pedesaan PPs IPB 1996
S3 Ilmu Pertanian PPs Unhas 2008
Pengalaman Kerja :
1. Program Reformasi Pengembangan Sektor Perkotaan (2008)
2. Fasilitator pada Marine and Coastal Resources Manajement Project di Maros 2007
3. Tenaga Ahli Sosial Budaya pada Studi AMDAL Pembangunan Bendungan Kelara Karalloe Jeneponto (2003).
Rabu, 30 Juni 2010
Dr. Ir. Ratnawati Tahir, M.Si : Revolusi Hijau Pinggirkan Perempuan Petani Kecil
Dr.Ir.Musdalifah Mahmud, M.Si : Revolusi Petani Melawan Kapitalisme
Dialektika konflik agraria yang terjadi di Bulukumba telah berkembang menjadi konflik manifest akibat tindakan agresif pihak perusahan yang mendorong terjadinya tindakan perlawanan yang didasari pertimbangan moralitas melalui protes, bahkan revolusi petani sebagai suatu tindakan defensif melawan kapitalisme yang mengancam keamanan subsistensi masyarakat. Pertimbangan rasionalitas melalui kesepakatan melakukan perlawanan dinilai sebagai cara efektif dan efesien menuntut hak-hak mereka.
Itulah simpulan disertasi Dr.Ir.Musdalifah Mahmud, M.Si berjudul Konflik Agraria Dalam Relasi Antara Perusahan Perkebunan Dengan Masyarakat di Kabupaten Bulukumba’’ disertasi ditulis saat merampungkan studi S3 PPs UNHAS 2007, atas bimbingan dari promotor,, Prof.Dr.Ir.H.M.Saleh Ali, M.Sc, P.hD dengan Kopromotor, Dr.Ir.Darmawan Salman, MS dan Dr.Ir.Hazairin Subair, MS.
Relasi antara pemerintah, PT Lonsum dan masyarakat ungkap wanita kelahiran Bulukumba 26 Juni 1963, merupakan keterikatan kepentingan. Keterikatan tersebut terbaca dari pemerintah selaku penentu kebijakan. PT Lonsum sebagai pemegang hak guna usaha dan masyarakat selaku pemilik lahan warisan nenek moyang.
Kronologis konflik agraria di areal perkebunan PT Lonsum dengan masyarakat Bulukumba menurut Dekan Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Islam Makassar (UIM) terjadi dalam rentang waktu yang berbeda. Konflik terjadi akibat akumulasi dari berbagai sebab antara lain ketimpangan penguasaan lahan, kapitalisasi sektor agraria dan penggunaan instrument hukum negara.
Konflik berkepanjangan relasi antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat pada level mikro yang berwujud dalam bentuk protes terhadap kebijakan dan perencanaan pembangunan pemerintah daerah, yang diharapkan mengalami perbaikan perencanaan interaktif/partisipatif, tandas Dosen Dipekerjakan Kopertis di UIM tersebut.
Keberadaan perusahaan perkebunan PT Lonsum ungkapnya, , menimbulkan dampak positif dan negatif dari aspek sosial maupun ekonomi, dimana keterlibatan perusahaan di bidang ekonomi mampu mendominasi pergerakan ekonomi masyarakat Bulukumba yang terus tumbuh dan berkembang.
Pada sisi lain tegas mantan Pembantu Ketua I STIP Al-Gazali Makassar ini, kehadiran PT Lonsum menimbulkan pengaruh sosial berupa konflik berkepanjangan dan bersifat memecah karena mengandung banyak nilai yang sama dan memainkan peranan yang integratif dan menciptakan harmoni sosial dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang timbul akibat kehadiran perusahaan perkebunan Lonsun tidak hanya disebabkan oleh faktor material, tetapi juga karena faktor ideal yaitu gagasan, nilai dan ideologi
Berbagai ikhtiar rekonsiliasi telah dilakukan dijadikan modal dalam mewujudkan penyelesaian konflik secara menyeluruh dan permanen, sebagai wujud bentuk resolusi konflik ungkap Musdalifah, yaitu melalui konsultasi publik, negosiasi, mediasi dan arbitrasi.
Dia menjalani masa kecil pada salah satu dusun di Bulukumba dalam lingkungan dan suasana alam pedesaan yang masih relatif asri dan alami. Di masa kecil sering ikut ibundanya turun ke sawah melihat dan malah turut berbaur dengan para petani lainnya dengan bau tanah dan lumpur saat tanam bibit, panen padi dan mengangkut padi ke lumbung di rumah.
Kenangan masa kecil itu sehingga di dalam hati mulai terbetik minat untuk menjadi -seorang insinyur pertanian. Periode tahun 1970-an masih dihitung sebelah jari tangan para lulusan insinyur pertanian. Para anak petani di desa mendambakan, sekolah tinggi agar dapat juga menjadi seorang insiyur.
Waktu berjalan, jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA semua dilewati di kota kelahiran dan tanah leluhurnya Bulukumba. Tahun 1983 dia diterima masuk Unhas pada fakultas pertanian yang memang sudah didambakan. Maka dia memulai meretas sebuah jalan baru guna meraih impian masa kecil.
Dinamika kehidupan mahasiswa dijalani apa adanya. Sarjana pertanian berhasil diraih tahun 1988. Dia diwisuda bersama dengan ribuan sarjana lainnya dari beragam fakultas.
Usai menyandang gelar insinyur pertanian, dia ikut bersama dosennya menjadi asisten mengajar di almamater serta beberapa perguruan tinggi swasta yang membina program studi ilmu-ilmu pertanian termasuk di UMI Makassar.
Mulai tahun 1992 dia diangkat menjadi dosen tetap oleh Kopertis Wilayah IX Sulawesi dan ditempatkan STIP Al-Gazali Makassar. Sejak itu pula maka dosen telah menjadi pilihan profesi hidup yang dijalani sampai hari ini dan seterusnya.
Jenjang pendidikan juga dilewati dengan segala suka dan dukanya. Merampungkan magister pengelolaan lingkungan hidup di PPs Unhas 1997 serta mencapai gelar doktor ilmu pertanian program studi sosial ekonomi pertanian di PPs Unhas 2007.
(moh yahya mustafa). Dikutip dari Tabloid Cerdas Kopertis Wilayah IX Sulawesi No.33/Vol V, Maret 2010.
Drs.H. Muh Hasyim, SH, MH : Universitas Sawerigading Memiliki Modal Sejarah
Universitas Sawerigading (UNSA) Makassar jika ditelusuri dalam jejak sejarah yang teramat panjang, maka akan ditemukan fakta sejarah yang cukup valid menyebutkan, kalau kampus yang didirikan oleh Prof.Dr (Hc) Nuruddin Syahadat, sudah hadir mengambil peran dalam proses pembelajaran dan pencerdasan anak-anak bangsa sejak tahun 1943, dua tahun sebelum republik ini merdeka.
Jika dibuka website beberapa kampus yang kini sudah relatif mapan, di antaranya Universitas Hasanuddin; Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro dan beberapa kampus lainnya, maka didalam situs itu tertulis secara jelas, kalau cikal bakal kehadiran kampus itu, adalah berasal dari kampus cabang Universitas Sawerigading yang berpusat di Makassar.
Realitas demikian sekaligus menjadi modal sejarah bagi UNSA untuk pengembangan kampus di masa mendatang. Modal sejarah yang cukup kuat akan menjadi pemotivasi dan pendorong semangat bagi jajaran civitas akademika guna meraih kejayaan masa lalu dengan tetap melakukan adaptasi dengan tuntutan dan kenyataan yang sedang berproses hari ini.
Rektor Universitas Sawerigading, Drs.H. Muh Hasyim, SH, MH, ketika ditemui CERDAS di kampusnya, Jl. Kandea I Makassar, mengemukakan, Universitas Sawerigading pada perjalanannya telah melewati tiga pase perkembangan. Fase pertama tahun 1940-an sampai dengan 1950 –an adalah fase awal membangun dan membesarkan kampus.
Fase ini adalah masa kejayaan tahun 1960-an 1980-an, periode ini UNSA memiliki cabang kampus di Jawa dan Sumatera dengan jumlah mahasiswa dan dosen dalam jumlah yang sangat besar. Periode itu kampus betul-betul mengalami masa kejayaan selaku kampus yang memiliki cabang di hampir kota-kota besar di republik ini.
Fase kejayaan ini akhirnya mengalami masa-masa surut, seiring dengan usia pengelola yang juga mulai tua serta proses kaderisasi dalam pengelolaan manajemen yang kurang siap menjadikan UNSA secara pelan-pelan berada pada fase kemunduran dan malah pernah nyaris tutup karena mahasiswa yang semakin surut dan berkurang.
Periode surut ini kata magister hukum UMI Makassar ini, tidak berlangsung lama karena memasuki tahun 1980-an merupakan fase kebangkitan dengan melakukan pembenahan dan penataan manajemen agar mampu hadir sebagai sebuah institusi yang tangguh dalam melakukan proses pembelajaran.
Kurun waktu dua dasawarsa belakangan ini, cukup memberi kesempatan para pengelola melakukan penataan dan menjadikan UNSA saat ini sebagai salah satu kampus yang mulai cukup dikenal oleh masyarakat. Mahasiswa dari tahun ke tahun mulai bertambah dan sarana serta prasarana juga semakin disempurnakan, kata Muh Hasyim.
Akreditasi Program Studi
Para pengelola kampus sejak dari awal memasuki fase kebangkitan, bertekad untuk menjadikan semua program studi yang dikelola mendapat pengakuan akreditasi dari BAN PT. UNSA mengelola 6 fakultas yakni; FISIP dengan prodi, administrasi negara dan ilmu sosiologi. Fakultas Hukum, prodi ilmu-ilmu hukum. Fakultas Sastera, prodi Sastera Inggeris. Fakultas Tehnik, prodi tekhnik elektro. Fakultas Ilmu Kependidikan dengan prodi, pendidikan matematika dan pendidikan bahasa.
Kenyataannya, program studi yang dibina sudah mendapat pengakuan akreditasi. Pengakuan yang diberikan oleh masyarakat menurut Hasyim akan terus dipelihara dan dipertahankan dengan menyajian pelayanan proses pembelajaran sesuai dengan regulasi aturan yang ada.
Salah satu bukti dari kepercayaan pemerintah kepada UNSA adalah, pemberian izin tahun lalu untuk membuka fakultas ilmu pendidikan. Fakultas yang baru itu merupakan sebuah pengakuan dan amanah dari pemerintah, kalau UNSA sudah siap dan mampu mengelola fakultas kependidikan, guna menghasilkan sarjana pendidikan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Tingkatkan SDM Dosen
Memberi nilai tawar lebih tinggi lembaga pendidikan, maka peningkatan kualitas SDM tenaga dosen dan administrasi menjadi skala prioritas yang utama. Kampus yang tidak memiliki tenaga dosen berkualitas dengan indikator pada jenjang pendidikan dosen, akan sulit bersaing dan melanggengkan operasional kampus bersangkutan. UNSA mengantisipasi tantangan itu tegas Hasyim, maka sejak tiga tahun terakhir paling sedikit 10 dosen sedang dan akan lanjut studi S3 di kampus yang ada di Jawa dan Makassar.
Saat ini ada 1dosen lagi studi S3 di Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang. Empat orang mendaftar tes S3 di UNHAS; Dua orang tes S3 Universitas Negeri Makassar (UM), tiga orang ikut tes S3 di UMI Makassar. Jika para dosen tersebut usai merampungkan studi, berarti kampus akan memiliki SDM yang memiliki daya saing yang cukup kuat.
Laboratorium Sosial
Penguatan pengabdian masyarakat sehingga kampus menjalin kerjasama dengan Pemkot Makassar menggagas, Pulau Binaan pada salah satu gugus pulau-pulau kecil di Selat Makassar yang bernama Pulau Lumu-Lumu. Pulau binaan itu sudah dijalani 3 tahun, dan menjadi laboratorium sosial bagi civitas akademika melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Kehadiran civitas akademika di pulau disambut positif warga . Pendidikan anak-anak pulau yang terlantar selama ini, maka sejak UNSA membina, kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak-anak mulai tumbuh kembali.
Selain pulau binaan,, UNSA juga sedang merintis desa binaan di Kabupaten Takalar yakni di Desa Bontolanra. Pihak kampus sedang melakukan negosiasi dengan pemerintah kabupaten Takalar untuk menjadi salah satu desa binaan, tegas Hasyim.
UNSA juga memiliki Koperasi Civitas Akademika (KOSIKA) Sawerigading, yang mengembangkan unit usaha pada pengumpulan getah pinus di Maros dan Polmas. Unit usaha tersebut sekaligus menjadi wadah bagi mahasiswa guna melakukan penelitian sosial tentang petani pinus di kedua wilayah tersebut, kata Hasyim.
Hasyim termasuk perintis awal mengantar UNSA mendapat kembali izin operasional terdaftar di Kopertis Wilayah IX Sulawesi tahun 1988. Saat ini Muh Hasyim didampingi Wakil Rektor I, II dan III yakni; Prof.Dr.A.Melantik Rompegading, SH, MH; Drs.Umar Kamaruddin, S.Sos, M.Si dan Drs. Muh Ilyas, MM.
(Moh Yahya Mustafa)
Biodata
Nama : Drs.H.Muh Hasyim, SH, MH
Tempat Tgl Lahir : Malakaji, Gowa 31 Desember 1959.
Pendidikan :
S1 FISIP dan Fakultas Hukum UNSA
S2 PPs UMI 2009.
Pekerjaan : Rektor Universitas Sawerigading
Pengalaman :
Sekretaris Dekan FISIP UNSA 1996
Dekan FISIP UNSA 1997
Pembantu Rektor III 1998 – 2003
Wakil Rektor I UNSA 2004
Rektor UNSA 2008
Dimuat Tabloid CERDAS diterbitkan Kopertis Wilayah IX Sulawesi, No.34/Volume VI/April 2010.
Prof.Dr.Ansar, SE, M.Si : Jatuh Bangun Saudagar Beras Tana Bugis
Saudagar Bugis dikenal sebagai entrepreneur yang ulet dan sukses. Mereka ini sering mencatat sejarah sebagai pebisnis yang ulung, apalagi kalau meninggalkan tanah leluhur di Sulawesi Selatan. Bugis perantauan ini pada hampir wilayah pesisir di nusantara akan dengan mudah ditemukan orang-orang Bugis.
Tetapi para saudagar di sektor perberasan mengalami masa pasang dan surut dan jatuh bangun dalam menggeluti bidang usaha pada sektor pangan yang sangat menentukan hajat orang banyak.
Dosen Kopertis Wilayah IX diperbantukan di Universitas Pepabri Dr Ansar Msi meraih gelar doktor antropologi ekonomi 2004 dengan disertasi ‘’ Dinamika Saudagar Bugis Dalam Perdagangan Beras Sulawesi Selatan ‘’.
Pada disertasi dengan Promotor Prof Dr H A Karim Saleh dengan Kopromotor Prof Dr H Abu Hamid MA dan Prof Dr Ir H Sofyan Djamal MSc. Hasil penelitiannya, masa jaya saudagar beras Bugis dirasakan ketika menguasai dunia perdagangan antar pulau dengan harga cukup bersaing.
Sangat banyak saudagar beras berjaya dan menguasai distribusi beras dan bisnis beras menjangkau wilayah di Kawasan Timur Indonesia sampai masuk di Surabaya dan Jakarta serta wilayah pesisir lainnya.
Jatuhnya usaha saudagar beras kata pria kelahiran Barru 7 Juni 1960, ketika pemerintah terlalu jauh melakukan intervensi pada tahun 1945 – 1950. Masa itu berlaku hukum darurat perang atau dalam keadaan bahaya di seluruh wilayah republik. Dampak dari kondisi itu, semua usaha-usaha bidang perekonomian, logistik, fasilitas pemasaran dan perdagangan semuanya harus diatur negara dengan tujuan dapat terbentuk suatu kekuatan dan ketahan nasional dalam memenangkan peperangan.
Pengaturan masalah perberasan di masa itu, dikuasai oleh dua pihak pengadaan beras dalam negeri dikuasai oleh pemerintah RI sedang pengadaan beras dari luar negeri dikuasai oleh penguasa Belanda. Monopoli beras oleh negara sudah sangat kuat dirasakan dengan melakukan kongsi dengan pihak luar negeri.
Nasib saudagar beras lokal semakin terpuruk dan pelan-pelan berjalan menuju pada kehancuran dan harus gulung tikar usahanya. Mereka itu hanya mampy bertahan sampai 1970. Kondisinya semakin parah dan menurun sampai 1990 sudah betul-betul bangkrut kemudian satu persatu tutup atau mengalihkan bidang usaha.
Sejarah memang selalu berulang. Kondisi saat ini monopoli perberasan dalam negeri dilakukan oleh Bulog. Sedang pengadaan beras impor juga banyak dilakukan oleh pihak luar negeri kerjasama dengan sejumlah pedagang dalam negeri.
Sejarah Saudagar Beras
Disertasi ini merupakan penelitian sejarah saudagar beras dalam mengarungi dunia bisnis dengan segara jatuh bangun merintis dunia bisnis. Ansar lahir dan besar di Lawallu Barru kemudian tamat SMA Parepare 1980. Kuliah di Fakultas Ekonomi Unhas dan melanjutkan lagi pada Pascasarjana Unhas jurusan ekonomi. Dia berhasil menyelesaikan studi jenjang strata tiga tahun 2004 setelah sebelumnya terdaftar mahasiswa doktoral 1998.
Pengalaman mengajar dijalani pada beberapa institusi pendidikan di antaranya; Universitas Pepabri Makasar, Universitas Atmajaya Makassar, STIE LPI Makassar, STIE Nusantara, Asmi Publik Makassar, STIP dan STISIPOL Tanratu Pattanabali Mamuju. Menjadi Rektor Pertama Universitas Tomakaka, Mamuju Sulawesi Barat.
Pilihan hidup menjadi dosen berarti dituntut harus senantiasa belajar sepanjang masa. Rutinitas kehidupan berputar pada buku, membaca, mengajar, meneliti dan menulis.
Profesi dosen termasuk cukup berat, karena materi pembelajaran harus sesuai dengan kemajuan yang terjadi di sekitar masyarakat. Penyesuaian diri dengan kemajuan menjadi sebuah keharusan. Jika tidak mampu beradaptasi dengan kemajuan itu juga kelak akan menjadi masalah, karena tentu agak sulit melakukan transper pengetahuan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan tuntutan zamannya. (Moh Yahya Mustafa)
Muklis Kanto : Memberi Ikan Atau Pancing Pilihan Bagi UKM Papua
Judul Buku : STIMULUS UKM MENGENTASKAN KEMISKINAN
(Studi Di Tanah Papua)
Penulis : Muklis Kanto
Penerbit : Fahmis Pustaka Makassar
Terbit : Januari 2010
Tebal : xii + 175
Menyebut Papua seakan satu tarikan napas dengan kemiskinan, kelaparan, ketertinggalan, keterbelakangan, kebodohan dan ketidakseriusan pemerintah pusat mengurusnya. Wilayah ini dengan lokasi paling timur di republik ini malah terkesan diterlantarkan, jika dibandingkan dengan lompatan-lompatan kemajuan dan perubahan yang terjadi di wilayah lain terutama yang ada di Jawa dan Sumatera.
Tanah Papua dengan masalahnya yang serba rumit itu, laksana benang basah yang sangat sulit menemukan ujung dari benang masalahnya. Memburu ketertinggalan yang merupakan ironi dan cerita suram bagi penduduk di Pulau Cenderawsih ini, membutuhkan strategi dan kemauan politik yang sangat luar biasa.
Salah satu kemanuan politik tersebut dengan alokasi anggaran trilyunan rupiah untuk melakukan pembenahan terhadap sektor usaha dan jasa lewat bantuan stimulus Usaha Kecil Menengah (UKM). Kebijakan itu pada sisi lain membawa polemik dan pro kontra.
Dilemma masyarakat Papua di sektor usaha dan jasa, laksana memberi ikan atau pancing sesuai falsafah Cina yang sangat populer itu. Jika terus menerus dikasi ikan dalam arti dana, itu membuat masyarakat makin malas dan tidak mampu melakukan kreatifitas. Sebaliknya kalau dikasi pancing atau keterampilan akan lebih cepat melakukan inovasi dan memiliki insting melihat peluang-peluang bisnis.
Kenyataan di Papua cukup banyak program dan kegiatan kewirausahaan yang diluncurkan pemerintah pusat dan provinsi guna membantu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Papua. Stimulus UKM yang diluncurkan pemerintah dengan sebuah tujuan agar, memberi semangat dan motivasi bagi warga Papua, agar memiliki mentalitas wirausaha.
Buku yang ditulis Muklis Kanto seorang cendekiawan yang sangat mengerti dan memahami karakter masyarakat Papua, dapat menjadi sumber inspirasi bagi warga Papua sekaligus menjadi bahan referensi. Pengalaman selaku dosen dan Rektor Universitas Yapis Papua selama kurang lebih 20 tahun dan menjadi Ketua Kadinda Papua bidang UKM, semakin menambah penting dan berartinya kehadiran buku ini.
Penulis buku yang juga Dosen Dipekerjakan Kopertis (DPK) di STIEM Bongaya ini, memberi informasi dan gambaran tentang manajemen dan pengelolaan UKM yang ada di Tanah Papua. Pengusaha UKM antara pribumi dan perantau terbaca polarisasi yang teramat jauh.
Para perantaua terutama asal Bugis Makassar, Jawa dan Buton menunjukkan mereka yang menjadi pemain utama dan kunci di sektor jasa. Dominasi yang kuat tersebut tidak terlepas dari budaya kerja yang tekun, ulet, telaten dan sabar di dalam mengembangkan usaha dan jasa yang dikelola.
Perbedaan kondisi demikian antara pelaku ekonomi perantau dan pribumi, seringkali menjadi pemicu terjadinya gesekan konflik horizontal di Tanah Papua, yang sejak dari dulu memendam potensi konflik yang setiap saat rawan meledak menjadi kerusuhan dan perkelahian massal.
Penulis buku selama dua dasawarsa berbaur dan menyelami budaya dan kondisi sosial ekonomi warga Papua, sehingga dalam penulisan buku ini, merupakan bagian dari pengalaman selaku cendekiawan dan akademisi. Selama dua puluh tahun berada di Tanah Papua dia adalah perintis dan rektor pertama Universitas Yayasan Pendidikan Islam Papua (UNIYAP).
Selain menjadi akademisi dia juga menjadi bagian dari praktisi ekonomi terutama UKM dengan menjadi Wakil Ketua KADINDA Papua khusus membidangi UKM. Perpaduan antara akademisi dan praktisi menjadikan buku ini semakin lengkap dan rujukan bagi kalangan yang ingin memahami dan mengerti lingkaran masalah yang melilit UKM dan sektor ekonomi kecil di Papua. Buku ini pantas dibaca bagi orang yang butuh informasi soal Papua dan beragam persoalan yang mengitarinya, (Moh Yahya Mustafa). Dikutip dari Tabloid CERDAS Kopertis Wilayah IX Sulawesi No.33/Vol V, Maret 2010.
Selasa, 29 Juni 2010
Prof.Dr.H.Kaharuddin, M.Hum: Bahasa Bugis Diambang Kepunahan
Prof.Dr.H.Kaharuddin, M.Hum: Bahasa Bugis Diambang Kepunahan
Mantan Rektor Universitas Sawerigading (Unsa) Makassar, Dr Kaharuddin MHum, adalah doktor bidang linguistik Program Pascasarjana Unhas 2004. Pria kelahiran Pinrang 1959 melakukan penelitian berjudul ‘’ Penetrasi Bahasa Dalam Bahasa Bugis Dialek Sawitto di Kabupaten Pinrang’’. Hasil penelitian yang dijalani beberapa tahun menunjukkan kosa kata Bahasa Bugis Dialek Sawitto (BBDS) secara perlahan, tetapi pasti mulai ditinggalkan para penuturnya.
Penetrasi bahasa menjadikan kosa kata agak jarang digunakan sampai kemudian dilupakan. Jika kondisi demikian terus dibiarkan kata Kaharuddin, pelan tetapi pasti, beberapa kosa kata akan mengalami kepunahan. Risiko lebih jauh, hilangnya kosa kata membuat bahasa Bugis juga terancam kepunahan.
Disertasi setebal 320 dengan Promotor Prof Dr Nurdin Yatim dan Kopromotor Prof Dr A Kadir Manyambeang MS dan Prof Dr Kamaruddin MA. Ada tiga unsur sehingga bahasa mengalami penetrasi. Pertama adalah, penambahan dan penyesuaian fonem dalam suatu bahasa/dialek berdasarkan penuturan bahasa tersebut.
Kedua, terjadi peminjaman fonem atau morfen dan digunakan secara meluas oleh penutur bahasa/dialek tetapi menggeser unsur lama. Ketiga, menetapnya suatu fonem atau morfen pada posisi tertentu dalam suatu bahasa dengan menggantikan posisi fonem atau morfen bahasa penerima.
Dia juga temukan beberapa faktor dominan mempengaruhi penetrasi bahasa termasuk; pendidikan, peminjaman budaya, peminjaman dialek, peminjaman akrab, interaksi sosial serta letak wilayah.
Penutur BBDS sesuai temuan lapangan, semakin tidak mampu dan tak berdaya menangkal pengaruh bahasa lain yang hidup berdampingan dengannya. Bahasa tersebut yakni bahasa Enrekang, bahasa Pattinjo serta bahasa Indonesia.
Dosen Kopertis ini sempat melakukan inventarisasi sekitar 378 kosa kata yang berpenetrasi terhadap BBDS. Kosakata bahasa Indonesia berpenetrasi kedalam BBDS di antaranya, amplop menjadi amploq, duit (doiq), janji (janci).
Menangkal agar BBDS tidak sampai tiba pada kepunahan, maka perlu dilakukan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa. Bentuk lain pembinaan adalah pemanfaatan bahasa daerah setiap kegiatan masyarakat seperti seni dan upacara adat.
Kebijakan Wali kota Makassar menulis nama jalan dengan huruf lontar patutu direspon secara positf. Langkah itu menjadi upaya untuk lebih mengenal dan mewariskan huruf lontar dan bahasa Bugis Makassar pada seluruh elemen masyarakat di Metropolitan Makassar.
Butuh Waktu Lama
Penyelesaian jenjang studi doktor linguistik dijalani agak lama. Suami dari Maemunah D, S.Pd terdaftar jadi mahasiswa 1997 tetapi baru diselesaikan tahun 2004. Semua itu disebabkan tugas rutin mengajar dan memimpin Unsa.
Masa kecil semua dijalani di Pinrang sampai kemudian masuk Unhas 1979 di Fakultas Sastera jurusan linguistik. Tahun 1973 meraih sarjana muda kemudian 1984 di jurusan yang sama sarjana lengkap. Magister Humaniora diraih di Unhas 1996 sampai kemudian mencapai tingkat tertinggi jenjang doktor.
Pernah mengajar di SMP Maarip Makassar 1989. Kepala SMP Sawerigading 1984-1989. Pembantu Ketua III STKIP Cokroaminoto Pinrang 1990-1992. Pembantu Dekan I Faklutas Sastera Unsa. Dosen STKIP Yapin Maros Rektor Unsa 2004-2008. Ketua STKIP YAPIM Maros 2008-2012. (Moh Yahya Mustafa)
Nama : Prof. Dr. H. Kaharuddin, M.Hum
Tempat/Tgl.Lahir : Pinrang, 1959
Pekerjaan : DPK STKIP YAPIM MAROS
Pendidikan
Sarjana Muda Sastra Inggris Fakultas Sastra UNHAS 1983
S1 Sarjana Sastra Inggris UNHAS 1984
S2 Linguistik PPs UNHAS 1996
S3 Ilmu Linguistik PPs UNHAS 2004
Pengalaman Kerja ;
1. Kepala SMP Sawerigading Ujung Pandang 1984-1989
2. Dosen dipekerjakan pada STKIP Cokroaminoto Pinrang 1987-1992
3. Pembantu Ketua III STKIP Cokroaminoto Pinrang 1990-1992
4. Dekan Fakultas Sastra Universitas Sawerigading Makassar 1996-2004
5. Rektor Universitas Sawerigading Makassar 2004-2008
6. Ketua STKIP Yapim Maros priode 2009-2013
Prof.Dr.H.Guntur Yusuf, MS: Profesor Mikrobiologi Pertama Kopertis IX Sulawesi
Cita-cita dan impian masa kecil Prof.Dr.H. Guntur Yusuf, MS, ingin berbakti dan mengabdi langsung di tengah masyarakat. Lahan pengabdian yang cukup menarik buatnya kala itu adalah menjadi dokter di tengah masyarakat. Ketika tamat SMA Belopo Kabupaten Luwu 1977, Guntur Yusuf langsung mendaftar masuk Fakultas Kedokteran Unhas. Pengumuman hasil tes dia dinyatakan tidak lulus, sehingga balik haluan mendaftar di kampus IKIP dengan sebuah cita-cita dapat menjadi seorang guru.
Sosok guru menurut Guntur, sama dengan profesi dokter yang langsung bersentuhan masyarakat secara langsung. Pilihan kedua dia ikut tes di IKIP Ujung Pandang. Hasil pengumuman menunjukkan dia lulus dan diterima menjadi mahasiswa baru. Pilihan pada sekolah guru, juga tidak terlepas dari latar belakang keluarga yang berasal dari seorang guru sekolah di kampung halamannya.
Predikat selaku mahasiswa IKIP Ujungpandang dijalani apa adanya. Kurun waktu kurang lebih 4 tahun menjadi mahasiswa ilmu pendidikan biologi. Dinamika kampus juga sempat dijalani dengan menjadi aktifis kampus pada kegiatan di dalam dan di luar kampus.
Selaku seorang aktifis kampus menurut Guntur, sangat membantu di dalam proses pelatihan dan pencarian identitas diri. Pelatihan kepemimpinan, karya tulis ilmiah dan beragam aktiftas lain. Kegiatan itu mendorong peningkatan keterampilan dan kemampuan mahasiswa. Hasil dari proses pelatihan tersebut sangat membantu dan dirasakan ketika kembali di tengah masyarakat mengabdikan ilmu yang didapatkan selama beberapa tahun di bangku kuliah.
Mengajar di AIGI YPAG
Setelah wisuda di IKIP Ujungpandang 1981, Guntur langsung bekerja pada perusahaan swasta. Dia jalani selaku karyawan selama 2 tahun, dengan tingkat gaji yang relatif besar untuk ukuran di zaman itu.
Dua tahun kerja di swasta, terbuka peluang mendaftar jadi dosen, tawaran tersebut kemudian dia coba jalani ikut tes, hasil pengumuman dinyatakan lulus dan menjadi dosen Kopertis diperbantukan di STIKI - YPAG Makassar sejak 1983.
Di kampus inilah dia memulai meniti karier selaku dosen. Di awal masa pengabdian sempat merasakan kondisi yang terasa sangat jauh jaraknya antara pendapatan dari kerja di sektor swasta dibanding dengan gaji seorang dosen di masa itu.
Seorang dosen menjadi pilihan hidup saat mendaftar di IKIP, sehingga peluang tersebut tetap dijalani dengan segala suka dan dukanya. Gaji seorang pegawai negeri nol dinas saat itu, dijalani dan disyukuri sambil memfokuskan diri meningkatkan kualitas diri dan pribadi mengajar di hadapan mahasiswa.
Bidang keilmuan yang digeluti termasuk cukup langka dan unik yakni mikrobiologi. Lahan pengabdian ini masih dihitung jari orang yang ingin menekuni ilmu yang banyak bersentuhan dengan makhluk yang tidak dapat dilihat dengan pancaindera semacam kuman-kuman.
Ilmu mikrobiologi kata Guntur termasuk cukup mahal dan sedikit agak rumit, karena senantiasa bersentuhan dengan laboratorium dengan peralatan yang cukup lengkap ditambah sarana dan prasarana yang terbaru, sesuai tuntutan dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Selaku ilmuan pada bidang mikrobiologi, Guntur lebih banyak menghabiskan waktu dan pikiran di laboratorium, melakukan uji coba dan penelitian. Selain fokus di laboratorium, Guntur juga menghabiskan waktu dengan melakukan banyak penelitian yang terkait dengan bidang keilmuan pada mikrobiologi
Perkembangan zaman yang terus melaju, menjadikan disiplin ilmu mikrobiologi semakin dibutuhkan banyak kalangan. Selain pada bidang-bidang kesehatan dan kedokteran, pada sektor pangan, lingkungan hidup juga membutuhkan aplikasi dari ilmu mokrobiologi tersebut.
Pilihan pada disiplin ilmu mikrobiologi menurut Guntur, menjadikan seseorang harus merelakan waktu habis di dalam laboratorium melakukan uji coba penelitian kehidupan mikrobiologi serta dampak kehidupan bagi manusia.
Pencangkokan Dosen
Karier selaku dosen dijalani secara perlahan, usai diterima jadi dosen Kopertis, dia ikut pencangkokan dosen muda pada ilmu mikorbiologi di Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada. Selama kurang lebih 1 tahun, Guntur ikut kuliah untuk mendalami secara lebih luas kajian disiplin mikorobiologi.
Sekembali dari UGM, pengabdian selaku dosen pada kampus AIGI YPAG jalani dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Menjadi dosen merupakan pilihan awal saat mendaftar di IKIP, sehingga saat impian itu betul-betul menjadi kenyataan maka Guntur pun menjalaninya dengan sepenuh hati dan mengabdi tanpa pamrih.
Dosen di kampus ini terbilang cukup lama mulai 1983-2002, periode tersebut dia sempat menjadi Pembantu Direktur III AIGI YPAG Makassar 1993-1997. Kemudian diberi amanah jadi Kepala Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi 1994-1997.
Pengetahuan dan pengalaman mengajar yang diperoleh dari jenjang strata satu, rupanya sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman, sehingga Guntur melanjutkan jenjang pendidikan strata dua di PPs Unhas dengan konsentrasi pada pengelolaan lingkungan hidup. Pilihan studi S2 tersebut sejalan dengan disiplin ilmu S1 yang didapatkan di kampus IKIP. Jenjang S3 juga diselesaikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) 2001 dengan konsentrasi pada pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Tahun 2003 dia pindah tempat mengajar di Universitas Islam Makassar (UIM), di kampus tersebut dia dapat lebih leluasa dan terbuka peluang lebih besar mengembangkan keahlian pada bidang mikrobiologi, apalagi pada kampus tersebut ada Fakultas MIPA.
Dikampus yang terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan IX ini, dia diberi amanah menjadi pejabat struktural di antaranya; Wakil Dekan Fakultas MIPA 2003-2004; Pembantu Rektor IV UIM 2004-2005 serta periode 2005-2007 menjadi Pembantu Rektor I UIM.
Ketua UPSDM
Sambil melaksanakan tugas pokok mengajar di dalam kelas, membimbing mahasiswa S1 dan S2, serta melakukan penelitian. Dia juga diberi amanah sejak 2007 oleh Kopertis Wilayah IX Sulawesi menjadi Ketua Unit Pengembangan Sumber Daya Manusia (UPSDM).
Tugas pada lembaga tersebut menjadikan sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan pelatihan dan pendampingan kepada para dosen guna lebih meningkatkan kualitas SDM para dosen Kopertis, agar tetap memiliki daya saing dan mampu mengajar di depan kelas dengan materi sesuai diinginkan para mahasiswa dan masyarakat.
Selaku tenaga pelatih lewat UPSDM, dia mengaku kalau yang dibenahi adalan proses dan strategi pembelajaran pada unsur pedagogik, sedangkan disiplin ilmu dan pengembangan ilmu tidak dicampuri.
Pengabdian yang cukup panjang tersebut, kemudian membuahkan hasil dengan dianugerahkan gelar tertinggi dalam dunia akademik yakni professor (guru besar) ilmu mikrobiologi. SK penganugerahan tersebut ditandatangani Menteri Pendidikan RI, Prof.Dr. Bambang Soedibyo,MBA dengan No:54453/A4.5/KP/2009, tertanggal 31 Maret 2009.
Penganugeran guru besar itu, secara psikis berdampak terhadap dambaan selama bertahun-tahun. Anugerah itu sekaligus member tanggungjawab yang cukup besar dan berat, terutama menghasilkan karya ilmiah dalam bentuk buku. (Moh Yahya Mustafa) dimuat di tabloid CERDAS Kopertis Wilayah IX Sulawesi edisi September 2009.
Nama : Prof.Dr.H.Guntur Yusuf, MS
Tgl Lahir : Belopa, 12 Oktober 1954
Pekerjaan : DPK Universitas Islam Makassar
Pendidikan : S1 Pendidikan Biologi IKIP 1981
S2 Lingkungan Hidup PPs Unhas 1992
S3 Sumber Daya Alam dan Lingkungan PPs IPB 2001
Keluarga :
Isteri : Dra.Hj. Rostina Ruslan
Anak : Silfana Safitri Guntur, SKH
Yuzardi Guntur
Triwahyudi Guntur
Pekerjaan :
Pudir III AIGI- YPAG Makassar 1993-1997
Wakil Dekan Fak MIPA UIM 2003-2004
PR IV UIM 2004-2005
PR I UIM 2005-2007
Ketua UPSDM Kopertis Wil IX Sulawesi
Penatar PEKERTI, AA, Penulisan Artikel Ilmiah
Penghargaan : Lulusan Berprestasi PPs Unhas 1992
Piagam Penghargaan Menparpostel karya tulis ilmiah
pariwisata berwawasan lingkungan 1996
Piagam Penghargaan Dosen Teladan 1995
Piagam Penghargaan Kordinator kopertis IX Unit
Pengembangan Berprestasi 2008.
Pemberian Guru Besar Ilmu Mikorobiologi 2009 ***
Senin, 28 Juni 2010
Lumu-lumu Laboratorium Sosial Unsa
MAKASSAR,UPEKS-Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Sewerigading (Unsa) Makassar menjadikan pulau Lumu-lumu sebagai laboratorium sosial.
Pulau yang terletak di Selat Makassar tersebut menjadi wadah bagi mahasiswa dan dosen melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Sejumlah penelitian yang telah berjalan antara lain menyangkut sosiologi, hukum dan administrasi.
"Pulau Lumu-lumu ini menjadi pulau binaan. Kehadirannya sebagai laboratorium sangat membantu civitas akademika dalam melakukan proses pembelajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat," kata Drs Moh Yahya Mustafa MSi, staf pengajar di Unsa kepada Upeks, Selasa (2/6).
Setiap tahun, satu kelompok mahasiswa KKN ditempatkan di pulau tersebut.
Selama berbaur dengan masyarakat, para mahasiswa intens memberikan pendampingan soal pola hidup bersih, penyelamatan lingkungan dan advokasi masalah-masalah hukum.
Disana juga, Unsa menempatkan Koperasi Civitas Akademika (Kosika) untuk mengelola getah pinus di Maros dan Mamasa. (eqh) (harian Ujungpandang Ekspres, 03-06-2010)
Universitas Sawerigading Target 500 Maba
MAKASSAR, BKM -- Universitas Sawerigading (Unsa) menargetkan akan menerima mahasiswa baru sebanyak 500 orang untuk tahun 2010. Mahasiswa baru (Maba) itu akan memilih lima fakultas yang tersedia. Yakni Teknik, Fisip, Hukum, Sastra serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (Fkip).
Ketua Panitia Penerimaan Maba, Drs. Andi Pasong, M.Si, didampingi Humas Panitia, Drs. Moh Yahya Mustafa, M.Si.
mengatakan, program studi yang dibina tersebut telah mendapat akreditasi dari BAN-PT. "Lima tahun terakhir, peminat mahasiswa baru kuliah di Unsa cukup tinggi. Fakultas yang banyak peminat yakni Fisip, Hukum dan Fkip," ungkapnya. Sedang dua fakultas lainnya, kata dia, tetap ada peminat dalam jumlah yang normal.
Proses perkuliahan kata Andi Pasong dilaksanakan di kampus Jl Kandea I/No 27. Kampus ini termasuk cukup tua, dan mulai beroperasi pada 5 April 1943 yang didirikan oleh almarhum DR. Hc. Nuruddin Syahadat.
"Kampus ini sekaligus menjadi cikal bakal beberapa kampus yang sudah mapan saat ini." tandasnya.
Diungkapkan pula, setiap saat pihak kampus terus melakukan pembenahan. Saat ini paling sedikit 10 dosen melanjutkan studi ke program doktoral. Terdiri dari enam dosen Fisip dan empat dosen hukum.
"Para dosen yang lanjut itu merupakan investasi SDM yang akan menentukan kualitas dalam proses belajar di kampus ini," tandasnya.
Untuk meningkatkan sumber daya mahasiswa, Unsa memiliki laboratorium sosial di Pulau Lumu-Lumu terletak di Selat Makassar. Tempat ini menjadi wadah bagi mahasiswa dan dosen melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
"Civitas akademika setiap saat datang ke pulau ketika ada penelitian menyangkut masalah sosiologi, hukum dan administrasi. Kehadiran pulau itu memudahkan bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran," kata Andi Pasong
Rabu, 23 Juni 2010
Ati Macinnong Menatap Pilkada di Sulsel 2010
Suhu politik masyarakat di 10 kabupaten yakni; Gowa, Bulukumba, Selayar, Soppeng, Luwu Utara, Luwu Timur, Toraja, Barru, Pangkep, Maros mulai memanas. Realitas demikian disebabkan pada 10 kabupaten itu, sepanjang tahun 2010 akan menggelar pemilihan bupati kepada daerah.
Tahapan demi tahapan dalam proses pilkada menyedot perhatian dan tenaga warga masyarakat, terutama mereka yang terlibat langsung dalam proses pemenangan kandidat yang bertarung memperebutkan kekuasaan politik di tingkat lokal.
Di antara sekian banyak proses yang dilewati pilkada, tahapan masa kampanye, perhitungan dan pengumuman pemenang pilkada seringkali rawan terjadi gesekan di tengah masyarakat, kemudian berujung pada hadirnya konflik sesama anggota masyarakat yang sering mengarah pada tindakan kekerasan dengan masyarakat menjadi korbannya.
Pengalaman politik sebelumnya, proses pelaksanan pilkada mirip sebuah pesta dengan segala hiruk pikuknya. Masyarakat turut meramaikan pesta itu dengan menjadi pendukung kandidat. Kesemarakan pesta membuat masyarakat seringkali larut di dalamnya dan nekad mempertaruhkan segalanya, guna memenangkan calonnya.
Sirkulasi Elite Politik
Sejatinya pilkada hanya rutinitas lima tahunan untuk sirkulasi elite politik lokal di daerah. Proses dan tahapan sebaiknya direspon secara biasa-biasa saja, tanpa harus pelibatan masyarakat terlalu jauh, apalagi kalau masyarakat kemudian masuk dalam lingkaran jebakan konflik kepentingan dari elite yang turut bertarung dalam perebutan kekuasaan politik.
Seleksi pemimpin politik di daerah adalah sebuah peristiwa yang rutin lima tahun. Daya tarik dari pilkada itu dengan pelibatan secara langsung rakyat memilih kandidat. Pada posisi demikian baru terasa kalau rakyat betul-betul berdaulat, satu suara seorang petani miskin dan kecil sama dengan satu suara orang kaya atau tuan tanah.
Kenyataan politik demikian membikin, para kandidat mempertaruhkan segalanya, agar mampu meraih dukungan dan simpati dalam pilkada. Semua jurus pemenangan dikeluarkan oleh kandidat lewat tim sukses. Perang spanduk, brosur, visi dan misi serta iklan politik yang dipasang di media massa turut meramaikan pilkada.
Pada masyarakat rasional dan tingkat pemahaman politik cukup tinggi, penentuan pilihan dalam seleksi kepemimpinan politik, tidak tergoda atau terpengaruh dari kesemarakan kampanye, tetapi pemilih lebih melihat pada visi, misi dan program kerja yang direalisasikan sekiranya diberi amanah menjadi pemimpin politik.
Pergantian kepemimpinan menjadi hal yang biasa dan alami. Sosok yang menawarkan konsep yang kurang aspiratif, serta tidak jelas arahnya, tentu akan ditinggalkan dan tidak bakal dipilih. Sebaliknya kandidat yang menawarkan konsep yang sesuai kebutuhan dan kepentingan pemilih tentu akan memenangkan pemilihan.
Silih berganti pemimpin politik datang dan pergi, itu adalah menjadi bagian dari seleksi kepemimpin. Sirkulasi kepemimpin menjadikan sosok bupati menjadi hal yang lumrah dan bukan menjadi hal yang luar biasa.
Kenyataan politik terkadang berbicara lain, tarikan dan pesona kekuasaan yang begitu kuat menjadikan mereka yang memiliki hasrat politik kuat mempertaruhkan segalanya untuk meraih posisi pemimpin politik di daerahnya.
Pilkada telah menjadi ritual lima tahunan maka idealnya, mereka yang ikut bertarung dalam pilkada harus bercermin diri, dengan segala kemampuan dan kekuatan yang mereka miliki.
Kajaolaliddo seorang cendekiawan Kerajaan Bone di masa lalu, memberi nasihat kepada putra bangsawan yang akan naik tahta, dikatakan ada lima hal pokok syarat yang harus dimiliki para pewaris kerajaan itu yakni; lempuk-e nasibawangi tauk (kejujuran disertai takut). adatongennge nasibawangi tikek (berkaka benar disertai waspada); sirik-e nasibawangi getteng (sirik disertai ketegasan), awaraningengnge nasibawangi cirinna (keberanian disertai kasih sayang), akkalenge nasibawangi nyamekkininnawa (kecerdasan disertai kebaikan hati nurani), seperti termuat dalam buku Sulesana Kumpulan Esai Tentang Demokrasi dan Kearifan Lokal ditulis oleh Anwar Ibrahim.
Maccae ri Luwu dalam buku yang sama mengemukakan, empat kriteria seorang pemimpin, yakni; pertama, malempukpi (memiliki kejujuran) tandanya adalah, orang bersalah kepadanya dimaafkan; dipercaya dan tidak menghianati kepercayaan; tidak serakah dan tidak menginginkan yang bukan haknya; tidak dituntutnya suatu kebaikan kalau hanya dia yang menikamatinya, hanya kepentingan diri sendiri.
Kedua kanawa-nawapi (berpikiran panjang) tandanya, suka prilaku dan perkataan yang benar, jika menghadapi semak belukar (hak yang menyesatkan) dia mundur menghadapinya, kalau dia berjalan dia berhati-hati.
Ketiga sugikpi (memiliki kekayaan), tandanya, kaya perkataan, kaya pemikiran, kaya pekerjaan serta kaya belanja. Keempat, waranipi (memiliki keberanian) tandanya, tidak gentar hadapi perkataan jelek atau perkataan baik, tidak takut ditempatkan di belakang atau di depan.
Pesan pemikiran kedua cendekiawan itu, minimal memberi pengetahuan tentang kearifan lokal dan pemahaman kepada calon pemilih di daerah yang akan menentukan pemimpin. Sosok pemimpin politik masa kini yang dibutuhkan, adalah mereka yang seharusnya memahami dan mengerti budaya politik lokal yang berlaku di masing-masing tempat dimana para calon bertarung. Pesan dan petuah cendekiawan masa lalu itu, di sebagian kalangan masyarakat masih tetap dipelihara dan berusaha diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemilih yang berdaulat dan menentukan seseorang dapat memenangkan pertarungan, masih banyak di antaranya tetap memegang teguh pesan kearifan lokal dalam aplikasi kehidupan sehari-hari. Warga yang masih berpegang teguh pada pesan leluhur tersebut, ketika diperhadapkan dengan pemilihan pemimpin, masih banyak di antaranya mengacu kepada pesan leluhur tersebut.
Terkait pilkada yang menjadi sirkulasi elite di daerah, kandidat yang bertarung sebaiknya memahami pesan leluhur tersebut, karena menjadi bagian dari budaya politik.Perilaku pemilih masih sering menggunakan indikator sosok pemimpin dari pesan cendekiawan leluhur mereka dari masa lalu.
Kepentingan Sesaat
Kandidat yang bertarung, seringkali menjadikan peristiwa pilkada sebagai sebuah kepentingan sesaat. Target akhir dari para petarung itu adalah memenangkan pilkada dan menjadi penguasa dan pemimpin politik di daerah tersebut.
Pada sejumlah kejadian, gara-gara perbedaan pilihan dalam pilkada lantas berujung pada konflik yang memutus hubungan kekeluargaan dan kekerabatan di antara anggota masyarakat.
Kenyataan demikian tidak boleh dibiarkan terjadi lagi, sehingga pemilih harus cerdas menjalani pilkada sebagai sebuah rutinitas yang selalu datang lima tahun sekali. Kesadaran pemilih harus ditumbuhkan lebih dini agar, perbedaan pilihan politik dan calon bupati, tidak sampai memutus hubungan kekeluargaan dan silaturahim di antara para pemilih.
Pesona kekuasaan yang diburu oleh para petarung itu, membuat para calon menempuh semua cara, taktik dan starategi guna memenangkan pertarungan. Cara itulah yang diterapkan di tengah para pemilih agar mampu meraih dukungan masyoritas.
Pemilih juga harus memahami peran dan posisinya selaku pihak yang menentukan kemenangan calon bupati dan wakilnya dalam perebutan kekuasan politik. Kesadaran politik pemilih yang masih perlu ditingkatkan, agar penentuan pilihan politik betul-betul sesuai dengan apa yang terbetik dalam lubuk hati yang terdalam.
Tarikan kepentingan sesaat dalam pilkada, sehingga pemilih tidak perlu habis-habisan mengeluarkan energi mengikuti seluruh tahapan. Pemilih juga jangan sampai terpancing, hanya karena janji dan kepentingan sesaat, lantas memutus hubungan kekerabatan dan kekeluargaaan yang sudah terjalin cukup lama.
Pilkada dilihat sebagai sebuah proses seleksi kepemimpin politik di daerah dengan sebuah harapan, siapa pun yang meraih suara mayoritas, harus memperjuangkan dan merealisasikan janji politik yang ditebar saat melakukan masa kampanye di tengah masyarakat. Realisasi dari janji politik itulah yang senantiasa dituntu para pemilih.
Ati Macinnong
Subtansi utama dari pilkada adalah proses seleksi pemimpin politik lima tahun di daerah. Regulasi menentukan dan menyeleksi sosok pemimpin politik tersebut sudah jelas aturan mainnya dalam UU No.32 Tahun 2004.
Rakyat menjadi pemilih menentukan hadirnya sosok pemimpin tersebut. Penentuan pilihan politik tentu banyak aspek dan veriabel yang melatari. Boleh jadi karena ikatan ideologi partai, keluarga, pertemanan, relasi usaha dan jaringan-jaringan lainnya.
Penentuan akhir pilihan bagi rakyat, mungkin ada baiknya menggunakan ati macinnong (hati nurani). Jangan sampai hanya karena alasan pragmatis, lantas membuyarkan dan mengabaikan hati nurani.
Pemilih harus menggunakan mata hati dan hati nurani untuk menyeleksi satu persatu para calon yang datang menawarkan konsep dan janji-janji program dan kegiatan yang akan direalisasikan sekiranya kelak para calon diberi amanah menjadi pemimpin.
Rakyat sudah cukup panjang menjalani pengalaman pemilu legislatif, pilpres, pilkada gubernur, kemudian menjalani lagi pilkada bupati. Pengalaman politik masa lalu tentu akan menjadi tolak ukur menentukan pilihan-pilihan politik dalam pilkada bupati.
Pemilih jangan terkesan hanya menjadi komoditas politik yang dibutuhkan dan dimanjakan, saat menjelang pencoblosan dalam pemilu, tetapi setelah itu kembali dilupakan dan dijenguk ketika akan memasuki masa pilkada lagi.
Kenyataan politik demikian yang seringkali dialami rakyat, diupayakan untuk tidak terulang lagi, maka pemilih harus menggunakan indikator ati macinnong dalam menentukan pilihan politik.
(Oleh Moh Yahya Mustafa Dosen FISIP Universitas Sawerigading Makassar)
Jumat, 18 Juni 2010
Melatih Calon Wartawan Kampus
Pelatihan dibuka Kepala Bagian Akademik dan Kemahasiswaan Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Maduppa Abbas MH, mewakili Kordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi.
Peserta dan narasumber pelatihan semuanya ditempatkan di hotel berlantai delapan ini. Suasana pelatihan berlangsung dinamis. Peserta antusias bertanya dan berdialog tentang profesi wartawan. Pelatihan ini membahas di antaranya strategi mencari dan menulis berita, foto jurnalistik, serta media online yang kini trend dalam beberapa tahun terakhir.
Para pemateri di antaranya Prof Dr Syamsul Ridjal Msi, Asnawin Aminuddin, dan Huriah Ali Hasan ME, dan saya sendiri.
Ketua panitia, Ichsan Kasnul Faraby Msi, mengatakan, pelatihan jurnalistik tersebut bertujuan memberi pemahaman dan pengetahuan tentang jurnalistik kepada mahasiswa. Lepasan pelatihan jurnalistik ini juga akan menjadi reporter atau koresponden Tabloid CERDAS yang merupakan media internal Kopertis Wilayah IX Sulawesi yang terbit sekali sebulan.
CERDAS butuh informasi berupa berita dan gambar dari 345 PTS yang ada di Sulawesi yang menjadi wilayah kerja Kopertis Wilayah IX Sulawesi. (*)
Prof Basri Wello Ajak Mahasiswa ''Bermimpi''
MAKASSAR,UPEKS-Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Senin-Rabu, (14-16 Juni) di Hotel Kartika Kota Kendari menggelar Latihan Keterampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM). Kegiatan diikuti utusan dari kampus PTS di Sulawesi Tenggara.
Diantaranya, Universitas Sulawesi Tenggara, Universitas Muhammadiyah Kendari, Universitas Lakidende Unaha, Universitas Muhammadiyah Buton, Universitas 19 Nopember Kolaka, STIE 66 Kendari, STIKES Mandaluyo, STIP Wuna, Akbid Konawe.
Pelatihan dibuka Kordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, Prof Dr H Muhammad Basri Wello, MA.
Saat pembukaan dia mengatakan, mahasiswa selaku calon pemimpin masa depan, mulai sekarang harus memiliki mimpi untuk masa depan.
Mimpi itu kata Basri Wello, harus ditulis bagaimana cara mencapainya, harus mampu memotivasi diri dan orang lain, mampu melahirkan jaringan, inovatif, kreatif dan terbuka menerima kritik.
Selain itu, harus mampu kerja keras dan siap bertanggungjawab serta tidak cepat putus asa dan bersedia berkorban material tanpa mementingkan diri sendiri, ujar Humas Kopertis IX Yahya Mustafa kepada Upeks Senin (14/6) malam.
Nara sumber pelatihan, adalah para dosen Kopertis yang memiliki kualifikasi dan pengalaman di bidang masing-masing. Diantaranya, Prof Dr H Syamsul Ridjal, MSi (STIEM Bongaya), Prof Dr H Muh Guntur Yusuf, MSi (Universitas Islam Makassar).
Pembicara lain, Prof Dr H Ansar, MSi (Universitas Tomaka Mamuju), Dr Abdul Rahman, SH, MH (Universitas 45 Makassar), Dr Eliza Meiyani, MSi (Universitas Islam Makassar) serta Drs Moh Yahya Mustafa, MSi (Universitas Sawerigading Makassar).
Materi yang disajikan kepada peserta yang semuanya para aktifis di kampus masing-masing, pengembangan wawasan menuju mahasiswa cerdas, hakekat organisasi, gaya kerja kepemimpinan, kinerja organisasi, dinamika kelompok, perencanaan kegiatan organisasi, pengukuran kinerja organisasi, kunjungan lapangan, penyusunan rencana pengembangan organisasi serta presentasi kelompok terhadap apa yang diamati selama dalam kunjungan di lapangan.
Suasana pelatihan sangat dinamis, apalagi pesertanya adalah para aktifis di kampus, sehingga dialog dan diskusi antara peserta dan nara sumber berlangsung cukup hangat dan terkadang agak tinggi nada suara.
Tetapi jalannya pelatihan tetap berlangsung secara kondusif. Mahasiswa menganggap pelatihan sebagai bagian dari proses pembelajaran untuk menata dan mengembangkan organisasi di kampus.
Ketua Panitia Pelaksana, Ikhsan Al Farabi, S.Sos. MSi mengatakan, tujuan LKMM 2010, membekali mahasiswa dengan wawasan, sikap, keterampilan untuk mengkordinasikan dan membina tim kerja dalam suatu kelembagaan.
Lepasan LKMM ungkap Ikhsan, memiliki wawasan tentang kondisi lingkungan yang ikut mempengaruhi eksistensi dan lembaga yang dipimpin.
Selain itu para mahasiswa juga diharap mampu menjabarkan tujuan umum dari lembaga yang dipimpin serta mampu menganalisa kekuatan dan kelemahan lembaga atau organisasi yang dipimpinnya. (arf), termuat di Harian Ujungpandang Ekspres Makassar, Selasa, 15-06-2010
Kamis, 03 Juni 2010
Ironi Studi Ilmu-Ilmu Pertanian di Lumbung Pangan
Tabloid Cerdas edisi September 2009 diterbitkan Kantor Kopertis Wilayah IX Sulawesi menulis laporan utama soal ‘’ Seratusan Program Studi Berguguran’’. Tabloid tersebut member informasi di antara 112 program studi (prodi) yang ditutup 7 di antaranya adalah ilmu-ilmu pertanian.
Prodi itu yakni, S1 Ilmu Tanah di Universitas Muslim Indonesia (UMI Makassar); S1 Manajemen Sumber Daya Perikanan; Teknologi Hasil Perikanan; Ilmu Makanan Ternak, Sosek Ternak (Universitas 45 Makassar); S1 Mekanisasi Pertanian (Universitas Pancasakti); S1 Persuteraan (Universitas Andi Djemma Palopo). Penutupan prodi tersebut disebabkan, sudah tidak ada lagi peminat serta empat semester berturut-turut sudah tidak lagi melakukan aktivitas proses belajar mengajar.
Kenyataan demikian member isyarat, kalau generasi muda anak-anak petani sudah tidak lagi berminat melanjutkan profesi nenek moyang mereka selaku sosok petani tangguh. Penutupan prodi yang terkait dengan ilmu pertanian, seharusnya menyentakkan pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan sektor pertanian di daerah ini.
Kebanggaan selaku wilayah lumbung pangan terutama di Kawasan Timur Indonesia, pada akhirnya nanti akan menjadi kenangan dan kemudian tinggal menjadi sebuah semboyan semata. Realitas di pelupuk mata sudah memberi isyarat, kalau generasi baru anak-anak petani sudah tidak lagi berminat masuk kuliah prodi ilmu pertanian.
Penutupan prodi ilmu pertanian menjadi sebuah ironi di daerah yang sejak dari dulu selalu dibanggakan dan didengungkan selaku daerah lumbung pangan. Sebenarnya isyarat demikian sudah terasakan beberapa tahun lalu.
Penurunan peminat mahasiswa baru untuk prodi ilmu-ilmu pertanian, bukan hanya terjadi di perguruan tinggi swasta, tetapi malah pada perguruan tinggi negeri pun juga mengalami hal yang sama.
Masa Depan Suram
Pilihan prodi pada perguruan tinggi bagi generasi baru dari desa, berkorelasi dengan impian masa depan mereka. Usai menyelesaikan studi terkait lagi dengan prospek pasar kerja. Hal demikian senantiasa membayangi pikiran anak-anak muda, sehingga mereka lebih memilih prodi yang memiliki peluang dan prospek dapat langsung terserap pada pasar kerja.
Kenyataan menunjukkan prodi ilmu-ilmu pertanian, beberapa tahun terakhir ini semakin minim peminatnya. Anak-anak petani yang melanjutkan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi, sudah tidak terlalu melirik lagi prodi ilmu pertanian yang seharusnya akan melanjutkan profesi yang menjadi pilihan dari nenek moyang mereka.
Mereka para anak petani tersebut, malah lebih cenderung memilih prodi yang secara pragmatis usai studi langsung terserap pada lapangan kerja, terutama pada sektor jasa. Maka para anak petani itu ada yang studi ilmu informatika, politeknik, ilmu-ilmu kesehatan malah ada yang ikut kursus atau pelatihan.
Pada sejumlah kasus-kasus, ada beberapa sarjana ilmu-ilmu pertanian, mungkin karena sudah bosan melamar kerja keluar masuk instansi pemerintah dan swasta tetapi tidak terekrut, sehingga balik ke desanya. Ketika para sarjana itu berada kembali ke desa, terkadang sudah malas lagi turun ke sawah atau kebun bekerja seperti orang tua mereka.
Kenyataan demikian di desa, sehingga anak-anak muda desa menjadi sebuah alasan, buat apa pergi jauh-jauh sekolah ilmu pertanian kalau senior mereka malah usai meraih gelar sarjana, tinggal menjadi pengangguran intelek di desa dan beban keluarga serta masyarakat sekitarnya.
Masih banyak para sarjana pertanian yang belum terserap pada pasar kerja, sehingga ada penilaian, menjadi sarjana pertanian saat ini masa depannya suram, karena sangat sulit dan susah untuk terserap pada lapangan kerja.
Pilihan profesi anak petani yang menjadi sarjana,pertanian sepertinya sudah tidak merespon secara positif guna melanjutkan profesi bertani dari nenek moyang mereka. Zaman yang terus berubah menempatkan sektor pertanian dengan pola bertani manual sudah tidak banyak menjanjikan harapan masa depan yang lebih baik.
Sejumlah indikator keseharian menjadikan anak-anak petani semakin menjauhi profesi bertani. Produksi hasil pertanian yang kalah bersaing dengan produk yang sama dari luar negeri. Kebijakan pasar global dengan tanpa proteksi dari negara memungkinkan produksi hasil-hasil pertanian dari mancanegara bebas masuk di pasar lokal menjadikan para petani semakin terpinggirkan dan kalah dalam persaingan.
Kekalahan para petani beberapa tahun dalam hal daya saing produksi hasil pertanian semakin membuka mata anak-anak muda untuk tidak lagi sekolah pada ilmu-ilmu pertanian.
Krisis SDM Pertanian
Bubar dan tutupnya lembaga pendidikan formal untuk bidang-bidang pertanian di kampus swasta sekaligus menjadi pertanda, kalau di masa depan akan terjadi krisis sumber daya pertanian kalangan menengah ke atas. Kondisi demikian tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, ketika arah kebijakan pembangunan masih bertumpu pada sektor pertanian.
Sektor pertanian masih menjadi profesi mayoritas penduduk terutama di wilayah Sulawesi Selatan. Pertanian tidak boleh secara serta merta ditinggalkan karena sangat terkait dengan politik pangan. Stok pangan daerah harus senantiasa dijaga dengan ketersediaan tanaman pangan yang memadai. Risikonya kalau pangan terganggu bisa membawa krisis dan berpengaruh secara umum stabilitas daerah.
Regenerasi profesi petani di basis-basis pertanian hampir berjalan di tempat. Generasi tua petani saat ini dengan kinerja juga menurun sejalan dengan usia mereka yang juga semakin memasuki masa senja. Pendapatan dari sektor pertanian apalagi mereka yang menjadi buruh tani, sudah tidak banyak menjanjikan harapan masa depan.
Generasi baru anak petani yang tidak sekolah tani. Selain itu, anak-anak petani malah ada yang terpaksa menjadi buruh-buruh migran di luar negeri terutama di Malaysia dengan risiko setiap saat diburu-buru dengan alasan menjadi tenaga kerja haram tanpa dibekali syarat administrasi imigrasi.
Ratusan ribu malah sampai jutaan tenaga kerja legal dan illegal asal Sulsel yang mencari sesuap nasi di Malaysia, jika ditelusuri daerah asal mereka hampir semuanya mayoritas dari wilayah yang selama ini menjadi lumbung pangan di Sulsel. Para pencari kerja yang berada di negeri jiran tersebut, terserap pada sektor informal dengan menjadi buruh-buruh kasar di perusahaan perkebunan atau buruh-buruh bangunan.
Pencari kerja dari wilayah yang selama ini menjadi basis pertanian, menunjukkan sektor pertanian di daerah asal sudah tidak terlalu memberi kesempatan dan peluang lebih besar meraih pendapatan secara ekonomi guna meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan mereka.
Mengalirnya pencari kerja ke negeri tetangga, terutama dari wilayah yang menjadi daerah lumbung pangan perlu menjadi perhatian semua kalangan. Jika yang tinggal hanya orang-orang tua, itu berarti sangat terkait produktifitas para petani kalangan usia tua serta hasil produksi tanaman pertanian juga akan lebih berpengaruh.
Krisis sumber daya manusia pada sektor pertanian cepat atau lambat akan dijalani. Jika kemudian kondisi demikian yang harus hadir, maka risikonya akan berdampak pada ketersediaan pangan yang tidak stabil. Pada sisi lain, juga berdampak pada predikat yang selama ini disandang daerah selalu daerah lumbung pangan, pada akhirnya hanya akan menjadi kenangan dan masa lalu yang tercatata dalam buku sejarah.
Jangan Lepas Tangan
Kenyataan ironis yang dialami program studi ilmu-ilmu pertanian yang sedang terjadi di lembaga pendidikan formal, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut seperti yang sedang berlangsung saat ini. Implikasi dari kondisi demikian akan membawa pengaruh bagi sendi-sendi kehidupan yang lain.
Salah satu di antaranya, minat generasi baru yang mulai menurun mewariskan profesi bertani; krisis kualitas SDM juga akan terjadi; ketahanan pangan juga akan terganggu kemudian berdampak pada krisis pangan. Ketergantungan pada impor pangan terutama makanan pokok pada beras, akan membuat kondisi masyarakat semakin terancam, apalagi kalau harga makanan pokok tidak sebanding dengan pendapatan mayoritas penduduk yang bergantung pada sektor pertanian.
Kondisi yang dialami dunia pendidikan tinggi program studi ilmu pertanian, harus dibicarakan secara terbuka dengan melibatkan semua kalangan. Pemerintah provinsi juga tidak boleh berlepas tangan. Tetapi harus bersama-sama dengan semua kalangan secepatnya duduk bersama kemudian membicarakan dan mencarikan solusi terhadap ironisme yang sedang dialami program studi ilmu pertanian yang sudah tutup dan malah masih banyak lagi yang kini sudah terancam akan ditutup lagi.
Sulawesi Selatan dengan predikat lumbung pangan perlu secara serius turun tangan mencarikan solusinya, agar prodi ilmu-ilmu pertanian yang kini terancam juga tutup tidak sampai menutup diri.
Duduk bersama semua kalangan terutama pihak civitas akademika kampus, dunia usaha dan pemerintah, guna mencarikan solusi, termasuk langkah taktis dan strtaegis yang harus segera ditempuh.
Program pemerintah provinsi Sulsel yang tetap bertumpu pada pertanian apalagi dengan program Gerakan Surplus 2 juta ton beras, harus disukseskan dengan melakukan pembenahan, terhadap SDM pertanian serta variabel-variabel yang lain.
Pencapaian gerakan sekaligus program strategis Gubernur Sulsel, H.Syahrul Yasin Limpo dan Wakil Gubernur , Agus Arifin nu’mang itu, harus ditunjang oleh faktor kualitas SDM pertanian yang melewati pendidikan formal, tetapi jika kemudian program studi ilmu pertanian malah tutup, itu berarti menjadi semacam buah simalakama . @@@.
*Moh Yahya Mustafa (Pembantu Dekan I FISIP Universitas Sawerigading Makassar
Redaktur Pelaksana Tabloid Cerdas Kopertis Wilayah IX Sulawesi)
Selasa, 01 Juni 2010
FISIP Sawerigading Terima 150 Mahasiswa
FAKULTAS Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sawerigading (Unsa) Makassar menargetkan menerima mahasiswa baru sebanyak 150 orang. Saat ini Unsa telah membuka pendaftaran bagi calon mahasiswa.
FISIP Unsa mengelola dua program studi, yaitu program studi administrasi dan sosiologi.
"Target itu disesuaikan dengan kondisi perkuliahan dan rasio dosen serta mahasiswa yang dimiliki kampus," ujar Pembantu Dekan I Bidang Akademik Unsa, Drs Moh Yahya Mustafa, Msi di Makassar, Kamis (27/5) lalu.
Tiga tahun terakhir ini, FISIP Unsa cukup banyak diminati mahasiswa baru. Itu karena program studi administrasi dan sosiologi sudah mendapat akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Para alumni tidak memiliki masalah ketika diperhadapkan dengan pasar kerja.
Proses perkuliahan belangsung dengan baik, ruang perkuliahan cukup memadai, ditambah dengan para dosen yang semuanya sudah bergelar master (S2). Sebanyak lima dosen FISIP Unsa saat ini sedang merampungkan studi program doktoral di beberapa perguruan tinggi.
Para dosen itu ada yang menjalani kuliah S3 di Universitas Airlangga, Surabaya. Ada juga yang berkuliah di Universitas Brawijaya, Malang. Mereka memilih program doktor ilmu-ilmu sosiologi.
Beberapa dosen lainnya sedang berkuliah di Makassar, yakni di Jurusan Ilmu Administrasi Program Pascasarjana Universitas Unhas serta Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar dengan program studi ilmu sosiologi.
"Para dosen tersebut merupakan sumber daya manusia yang kami miliki. Mereka akan memberi nilai tambah pada proses pembelajaran di dalam kelas. Sarana prasarana lainnya juga disediakan, termasuk kawasan binaan di Pulau Lumulumu, Kecamatan Ujungtanah, Makassar," katanya lagi.
Kehadiran pulau itu sekaligus menjadi tempat praktek dan laboratorium sosial bagi mahasiswa sosiologi dan administrasi setiap saat.(jum)
Peminat Cukup Tinggi
DALAM lima tahun terakhir, peminat kuliah di Unsa termasuk cukup tinggi. Fakultas dengan peminat terbanyak adalah FISIP, fakultas hukum, dan FKIP. Sedangkan dua fakultas lainnya memiliki peminat denagn jumlah yang normal.
Proses perkuliahan dilaksanakan di kampus Jl Kandea I/No 27. Kampus ini termasuk cukup tua. Mulai beroperasi 5 April 1943. Didirikan oleh almarhum Dr Hc Nuruddin Syahadat. Kampus ini sekaligus menjadi cikal bakal kampus Unhas.
ampus setiap saat melakukan pembenahan. Saat ini paling sedikit 10 dosen melanjutkan program doktoral. Para dosen yang melanjutkan kuliah itu merupakan investasi sumber daya manusia yang akan menentukan kualitas belajar di kampus Unsa.(jum). Dikutip dari harian Tribun Timur, SENIN, 31 MEI 2010 | 06:48 WITA
Hingga Mei, Sudah 21 Ledakan Gas di Makassa
MINGGU, 30 MEI 2010 | 04:09 WITA
, Tribun - Setelah dua tahun kebijakan konversi minyak tanah ke gas diterapkan di Makassar, tercatat sudah terjadi 21 kasus ledakan gas di Makassar sepanjang 2010 ini. Makassar merupakan wilayah pionir penggunaan kompor dan tabung gas ukuran tiga kilogram (kg) bagi daerah lainnya di Sulsel.
Kasus terakhir terjadi pada 6 Mei 2010 pada rumah warga di Jl Pampang II, Lorong V, RT A/RW IV, Kelurahan Pampang, Kecamatan Panakkukang, Makassar.
Pada kasus ini, dua bocah usia belasan tahun tewas terpanggang. Dua unit rumah dan satu sepeda motor ludes terbakar.
Menanggapi fenomena tersebut, sejumlah akademisi dan pengamat menilai Pertamina harus bertanggungjawab atas kejadian yang timbul dari produk yang dipasarkannya.
Pengamat sosial dari Universitas Sawerigading, Makassar, Mohammad Yahya Mustafa mengatakan, sosialisasi yang minim dari program pemerintah untuk konversi minyak tanah ke penggunaan gas, sangat merugikan mayoritas pengguna tabung gas.
Masyrakat mungkin ada di antaranya baru pertama kali gunakan kompor gas, setelah turun temurun menggunakan kompor minyak tanah.
Akibatnya, lanjut dia, peralihan alat memasak dari kompor minyak tanah ke kompor gas yang kurang maksimal dan mendetail diinformasikan itu, harus menelan korban yang umumnya masyarakat ekonomi lemah.
Sementara itu, Hidayat Nahwi Rasul dari Centre of Information and Communication Studies (CICS) Sulsel menilai, maraknya kasus ledakan tabung gas di Makassar itu disebabkan tiga faktor.
"Lemahnya quality control (pengawasan kualitas) produk yang disalurkan ke masyarakat sasaran, kelembagaan kontrol konsumen juga tidak bekerja secara efektif dan masyarakat pengguna yang awam pengetahuannya terhadap penggunaan gas elpiji merupakan faktor pemicu," katanya.
Untuk mengantisipasi adanya kasus baru lagi, lanjutnya seperti dilansir Antara, maka yang diperlukan adalah sinergitas antara pemasok, Pertamina, lembaga konsumen untuk membicarakan soal mutu produk, pengawasan kualitas, proses distribusi serta sosialisasi penggunaan elpiji melalui media massa secara luas.
Sementara Yahya mengatakan, pihak PT Pertamina Region V selaku operator selain harus memperluas informasi dan sosialiasisasi penggunaan kompor gas itu secara mendetail dan terperinci melalui media massa, juga perlu turun langsung ke tengah masyarakat memberi penyuluhan sekaligus praktek penggunaan kompor gas itu.(fir)
(dikutip dari harian tribun timur makassar, 30 mei 2010)